Selasa, 19 April 2016

eran Bank BPR untuk Meningkatkan Perekonomian Masyarakat Kecil. (Studi kasus PT BPR Puridana Arthamas)



BAB I
PENDAHULUAN
Peran Bank BPR untuk Meningkatkan Perekonomian Masyarakat Kecil.
(Studi kasus PT BPR Puridana Arthamas)
1.1 Latar Belakang :
Dalam rangka menyambut datangnya ASEAN Economic Comunity (AEC) di tahun 2015, semua negara yang tergabung di ASEAN sedang mempersiapkan diri mereka dengan sebaik mungkin. Salah satu poin yang diakui penting dalam perkara ini adalah bagaimana memastikan keterlibatan aktif dari sektor swasta dalam proses integrasi ekonomi regional.
Hal ini berarti negara-negara ASEAN dalam hal ini khususnya Indonesia perlu terus melakukan upaya-upaya untuk mempersiapkan sector swasta dengan segala segi kehidupannya untuk beradaptasi dalam suatu bentuk ekonomi yang lebih terbuka tersebut. Perlu diketahui bahwa mayoritas bentuk usaha yang ada di wilayah ASEAN termasuk Indonesia masih diwarnai dengan usaha kecil dan menengah. Menyadari pentingnya hal ini AEC mengembangkan kerangka kerja untuk usaha kecil dan menengah dengan sasaran untuk meningkatkan daya saing usaha kecil dan menengah dalam rangka agar terjadi keseimbangan keuntungan yang didapat dari komunitas ekonomi yang akan diwujudkan tersebut.
Bank Perkreditan Rakyat (BPR) merupakan lembaga keuangan yang didirikan untuk melayani masyarakat dan mengembangkan usaha kecil dan menengah. Dalam perjalanan sejarah BPR masih banyak terdapat kendala yang menghambat pertumbuhan BPR di Indonesia. Berbagai kendala yang dihadapi BPR diantaranya adalah masih terbatasnya jangkauan pelayanan dan skala usaha yang kecil itupun masih ditambah dengan tingkat persaingan yang semakin hari semakin ketat. Masalah teknologi dan permodalan yang terbatas juga menjadi masalah.
 Penulis bermaksud memeriksa berbagai langkah yang diharapkan dapat bermanfaat untuk menemukan solusi pengembangan BPR agar dapat berkembang dan berperan serta dalam pembangunan dan dalam menyambut AEC 2015.

1.2 Rumusan Masalah:
Berdasarkan uraian permasalahan yang telah disebutkan  di atas maka penelitian ini bertujuan antara lain:
1.      Bagaimana peran BPR dalam meningkatkan perekonomian masyarakat kecil ?
2.      Bagaiamana perkembangan BPR dalam memberikan pelayanan sehingga dapat meningkatkan perekonomian masyrakat ?
1.3 Tujuan Penelitian
Berdasarkan uraian permasalahan yang telah disebutkan  di atas maka penelitian ini bertujuan antara lain:
1.      Mengetahui peran BPR dalam meningkatkan perekonomian masyarakat kecil.
2.      Mengetahui perkembangan BPR dalam memberikan pelayanan guna meningkatkan perekonomian masyarakat.
1.4 Manfaat Penelitian
1.4.1Manfaat Teoriitis
Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat berguna bagi pengembangan teori untuk kepentingan penelitian di masa yang akan datang serta bermanfat bagi ilmu pengetahuan.
1.4.2 Manfaat Praktis
Adapun manfaat praktis dari penelitian ini nantinya diharapkan mempunyai kegunaan , antara lain:
1.      Hasil penelitian ini dapat memperluas pengetahuan peneliti serta menjadi masukan bagi peneliti untuk mempersiapkan diri terjun ke masyarakat.
2.      Hasil penelitian ini  diharapkan dapat memberikan kontribusi berupa sumbangan pemikiran khususnya kepada bank BPR untuk meningkatkan kualitas dan kuantitas dalam upaya meningkatkan perekonomian masyarakat.
3.      Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan pengetahuan serta informasi kepada masyarakat tentang program – program peningkatan ekonomi oleh pemerintah melalui bank BPR,
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan tambahan pengetahuan dan wawasan tentang peran BPR serta menjadi referensi bagi calon peneliti yang akan melakukan penelitian dengan topik yang sama.

1.5 Definisi Konsep
Bank Perkreditan Rakyat (BPR) adalah lembaga keuangan bank yang menerima simpanan hanya dalam bentuk deposito berjangka, tabungan, dan/atau bentuk lainnya yang dipersamakan dan menyalurkan dana sebagai usaha BPR.
1.6  Methode Penelitian
1.6.1        Jenis Penelitian
Jenis penelitian yang digunakan dalam skripsi ini adalah metode kualitatif. Jenis penelitian ini penulis pilih karena menyajikan data secara sistematis, faktual dan akurat mengenai fakta-fakta di lapangan  terutama fakta mengenai peran BPR dalam meningkatkan perekonomian masyarakat khususnya PT BPR Puridana Arthamas.
1.6.2        Lokasi Penelitian
Lokasi penelitian adalah tempat peneliti menggambarkan kejadian yang sebenarnya dari obyek yang diteliti dan untuk memperoleh informasi yang berkaitan dengan permasalahan yang diangkat penulis yaitu  Kantor   Pusat PT BPR Puridana Arthamas Sidoarjo.
1.6.3        Unit Analisis/ SUBYEK PENELITIAN
Unit analisis dalam penelitian ini adalah Kantor   Pusat PT BPR Puridana Arthamas Sidoarjo dengan sumber informasi adalah Direksi, pegawai BPR, dan nasabah.
1.6.4   Tekhnik Pengumpulan Data
Dalam penelitian ini digunakan beberapa teknik pengumpulan data, dimana teknik-teknik tersebut bertujuan agar data-data yang terkumpul dapat benar-benar obyektif dan dapat dipertanggungjawabkan.
Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini antara lain di bawah ini:
1.        Wawancara
Dalam teknik wawancara ini, peneliti akan melakukan wawancara secara terbuka dan tertutup, dimana pelaksanaan wawancara terbuka yang dilakukan peneliti dengan cara tanya jawab dan interview secara langsung kepada beberapa informan, sedangkan pelaksanaan wawancara tertutup dilakukan oleh peneliti dengan membuat daftar pertanyaan tertulis yang telah disiapkan.
Dalam penelitian ini yang diwawancarai adalah informan-informan, dalam hal ini meliputi Direksi, Kabag-Kredit,  petugas pemasaran, petugas penagihan dan nasabah. Adapun kisi-kisi wawancara tentang peran PT BPR Puridana Arthamas dalam meningkat perekonomian masyarakat adalah: Prosedur pelayanan publik, sumber daya manusia yang melayani nasabah,  jenis-jenis produk BPR, bunga yang di bebankan pada nasabah, sarana dan prasarana kerja, kritik dan keluhan nasabah /masyarakat, hambatan-hambatan yang dialami dalam  proses kredit,  dan upaya-upaya apa yang  dilakukan agar BPR Puridana Arthamas dalam meningkatkan program pemerintah.
2.      Observasi
Observasi adalah teknik pengumpulan data yang dilakukan dengan cara peneliti mengamati langsung obyek yang akan diteliti secara dekat di lapangan yang berkaitan dengan permasalahan yang hendak diteliti. Dalam hal ini Peneliti melakukan pengumpulan data dengan melihat atau mengamati secara langsung prose pelayanan kredit PT. BPR Puridana Arthamas. Dalam observasi langsung ini,  pengumpulan dan pencatatan data yang dilakukan peneliti terhadap obyek dilakukan di tempat berlangsungnya peristiwa sehinggapeneliti berada bersama obyek yang sedang diteliti atau diamati. Adapun dimensi-dimensi  yang penulis amati dalam observasi ini adalah:
a.       Bukti langsung (tangibles) yaitu kebersihan kantor, kenyamanan ruang pelayanan, fasilitas atau sarana  dan prasarana di kantor PT. BPR Puridana Arthamas dan kebersihan serta penampilan fisik/ kerapihan petugas pelayanan;
b.      Keandalan( reliability) yaitu kemampuan aparat pelayanan dalam memberikan pelayanan yang cepat dan kemampuan aparat dalam menangani dan meenyelesaikan keluhan masyarakat;
c.       Daya Tanggap (responsiveness) yaitu kemampuan untuk melaksanakan layanan yang dijanjikan, ketepatatan/keakuratan metode pelayanan, kemampuan mengopreasionalkan berbagai peralatan dalam pelayananan, dan kemampuan pegawai dalam memberikan solusi terhadap masalah yang dihadapi;
d.      Jaminan (assurance) yaitu kondisi lingkungan yang aman bagi masyarakat selama berada di PT. BPR Puridana Arthamas, kemampuan pegawai dalam memberikan pelayanan dengan sopan dan penguasaan pengetahuan pegawai dalam menjawab pertanyaan , informasi dan  kebutuhan berkaitan dengan pelayanan yang disediakan;
e.       Empati (empaty) yaitu kepedulian pegawai untuk selalu mengutamakan kebutuhan masyarakat dalam pelayanan dan sikap yang ditunjukkan pegawai dalam memberikan perhatian dan informasi kepada masyarakat.
3.        Dokumentasi
Teknik pengumpulan data dengan dokumentasi dalam penelitian adalah pengumpulan data dengan mencatat dan memanfaatkan data-data yang sudah tersedia di PT. BPR Puridana Arthamas  yang berhubungan dengan fokus penelitian.  Dalam hal ini dokumen berupa Undang-undang, Peraturan Pemerintah  Peraturan Menteri Perekonomian , Peraturan Bupati            tentang Bank BPR ,peraturan Bank Indonesia dalam pendirian BPR, dan Keputusan komisaris tentang pendirian bank BPR.
1.7  Teknik Analisis Data
Penelitian skripsi ini menggunakan metode analisis data deskriptif yang bertujuan untuk menggambarkan, menjelaskan dan memaparkan secara mendetail dan sistematis tentang keadaan yang sebenarnya, yang kemudian akan ditarik sebuah kesimpulan, dan akhirnya dapat menjawab masalah yang diangkat dalam perumusan masalah. Analisis data merupakan hal yang sangat penting karena dengan melakukan analisis data, data dapat digunakan untuk memecahkan masalah penelitian dan mencapai tujuan akhir penelitian.
Adapun analisis data menurut Effendi dan Manning dalam Singarimbun dan Effendi (1989:263) adalah proses penyederhanaan data ke dalam bentuk yang lebih mudah dibaca dan diinterpretasikan.
Dalam penelitian ini penulis akan menggunakan  analisis data kualitatif  yang teridiri dari empat kegiatan, yaitu:
1.      Pengumpulan data : yaitu kegiatan yang dilakukan oleh peneliti untuk memperoleh data yang valid. Terdapat tiga teknik dalam pengumpulan data yaitu: wawancara (interview), observasi (pengamatan) dan dokumentasi. Teknik pengumpulan data yang digunakan menyesuaikan dengan data yang ada di lapangan.
2.        Reduksi data: Proses pemilihan, pemusatan perhatian pada penyederhanaan, pengabstrakan, dan transformasi data “kasar” yang muncul dari catatan tertulis di lapangan. Reduksi data ini berlangsung secara terus menerus selama proyek yang berorientasi kualitatif berlangsung.
3.        Penyajian data : sekumpulan informasi tersusun yang memberi kemungkinan adanya penarikan kesimpulan dan pengambilan tindakan. Dengan melihat penyajian-penyajian, kita akan dapat memahami apa yang sedang terjadi dan apa yang harus dilakukan lebih jauh menganalisis atau mengambil tindakan-tindakan atas pemahaman yang didapat dari penyajian-penyajian tersebut.
4.        Menarik kesimpulan dan verifikasi: Akhir dari proses kegiatan analisis adalah penarikan kesimpulan dan verifikasi. Kesimpulan akhir baru ditarik setelah tidak ditemukan informasi lagi mengenai permasalahan  yang diteliti. Kemudian kesimpulan yang ditarik akan diverifikasi baik dengan kerangka fikir peneliti maupun  dengan kolega peneliti. Dalam artian makna yang muncul dari data yang telah diuji dengan berbagai cara hingga diperoleh validitas dan akuratisitasnya.

















BAB II
TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan di atas, maka dapat dirumuskan masalah sebagai berikut di bawah ini:
a.       penyelenggaraan Pelayanan Administrasi kredit peminjaman dana di PT. BPR Puridana Arthamas  
b.      Kendala-kendala yang dihadapi nasabah dalam meningkatkan perekonomian.
c.       Upaya-upaya yang dilakukan oleh PT. BPR Puridana Arthamas dalam meningkatkan perekonomian masyarakat.
Teori Kualitas
Definisi kualitas seperti terdapat dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia dimaknai sebagai tingkah baik buruknya sesuatu (1989: 467). Maka untuk mengetahui sesuatu setiap orang akan berbeda pandangan dan berbeda pula dalam mengartikannya. Kualitas mempunyai arti yang berbeda tergantung dari orang yang menggunakannya dan dimana istilah  itu dipakai.
Konsep kualitas bersifat relatif, karena penilaian kualitas sangat ditentukan dari perspektif yang digunakan dan persepsi yang kompleks.
Menurut Tri Lestari dalam Hardiyansyah (2011:35) pada dasarnya terdapat 3 ( tiga )  orientasi kualitas yang seharusnya konsisten antara satu dengan yang lainnya, yaitu persepsi pelanggan, produk dan proses. Untuk produk jasa pelayanan, ketiga orientasi tersebut ditinjau dari kepuasan pelanggan.
Untuk produk jasa konsep kualitas itu sendiri sering dianggap sebagai ukuran relative suatu produk atau jasa yang terdiri atas kualitas desain dan kualitas kesesuaian. Kualitas desain merupakan fungsi spefikasi produk, sedangkan kualitas kesesuaian adalah suatu ukuran seberapa jauh suatu produk mampu memenuhi persyaratan spesifikasi kualitas yang telah ditetapkan. Pada kenyataanya aspek ini bukanlah satu-satunya aspek kualitas.
 Dalam persektif TQM (Total Quality Management), kualitas dipandang secara luas, dimana tidak hanya aspek hasil saja yang ditekankan, melainkan juga maliputi proses, lingkungan dan manusia. Sebagaimana dikemukakan Oleh Gotesh dan Davis (Fandy Tjiptono, 2002: 51) bahwa kualitas merupakan suatu kondisi dianamis yang berhubungan dengan produk, jasa, manusia, proses dan lingkungan yang memenuhi dan melebihi harapan.
Pengertian kualitas secara lebih luas dikatakan oleh Kotler dalam Hardiyansyah (2011:35) adalah keseluruhan ciri serta sifat dari suatu produk atau pelayanan yang berpengaruh pada kemampuannya untuk memuaskan kebutuhan yang  dinyatakan atau tersirat.
Menurut Gavin dalam Hardiyansyah (2011:37) terdapat 5 (lima) macam perspektif kualitas yang dapat dijelaskan mengapa kualitas dapat diartikan secara beranekaragam oleh orang yang berbeda dalam situasi yang berlainan meliputi:
1.      Trancendental approach, kualitas dipandang sebagai innate excellence, dimana kualitas dapat dirasakan , diketahui, tetapi sulit didefinisikan dan dioperasionalisasikan;
2.      Product-based approach, bahwa kualitas merupakan atribut atau spesifikasi yang dapat dikuanttitatifkan dan dapat diukur. Perbedaan kualitas mencerminkan perbedaan dalam jumlah beberapa unsur atau atribut yang dimiliki produk;
3.      User-based approach, bahwa kualitas tergantung pada  orang yang memandangnya, sehungga pelayanan yang paling memuaskan preferensi seseorang  merupakan pelayanan yang paling berkualitas tinggi. Perspektif yang subyektif dan demand oriented ini juga menyatakan bahwa pelanggan yang berbeda memiliki kebutuhan dan keinginan yang berbeda pula, sehingga  kualitas kualitas bagi seseorang adalah sama dengan kepuasan maksimum yang dirasakannya;
4.      Manufacturing-based approach, mendasarkan diri pada  supply dan terutama memperhatikan praktik-paraktik perekayasaan dan pemanufakturan, serta mendefinisikan, serta mendefinisikan kualitas sebagai kesesuaian dengan persyaratan. Pendekatan ini berfokus pada penyesuaian spesifikasi yang dikembangkan secara internal, yang seringkali didorong oleh tujuan peningkatan produktifitas dan peneknan biaya. Jadi yang menentukan kualitas adalah standart-standart yang menggunakannya;
5.      Value-based approach, memandang kualitas dari segi nilai dan harga. Dengan mempertimbangkan trade off antara kinerja dan harga, kualitas didefinisikan sebagai “affordable excellence”. Kualitas dalam perspektif ini bersifat relatifsehingga produk yang memiliki kualitas  paling tinggi belum tentu produk yang paling bernilai.
Menurut Sinambela (2014:6) definisi konvensional dari  kualitas biasanya menggambarkan karakteristik langsung dari suatu obyek seperti : kinerja (performance,  keandalan (reliability), mudah dalam penggunaan (easy of use), estetika (esthetics) dan sebagainya. Adapun dalam definisi strategis dinyatakan bahwa kualitas adalah segala sesuatu yang mampu memenuhi keinginan atau kebutuhan pelanggan (mmeting the needs of customer).
Meskipun kata kualitas memiliki banyak definisi yang berbeda dan bervariasi, sehingga tidak ada definisi yang diterima secara universal. Namun dari definisi-definisi yang ada tentang kualitas terdapat beberapa kriteria-kriteria, yaitu:
1.      Kualitas meliputi usaha-usaha memenuhi, melebihi harapan pelanggannya.
2.       Kualitas mencakup produk, jasa, manusia, proses dan lingkungan
3.      Kualitas merupakan kondisi yang selalu berubah ( misalnya yang dianggap merupakan kualitas saat ini mungkin dianggap kurang berkualitas dimasa mendatang.
Dari pengertian-pengertian tersebut diatas dapat disimpulkan bahwa kualitas adalah segala sesuatu yang memuaskan pelanggan atau sesuai dengan persyaratan atau sesuai dengan kebutuhan dan tepat sasaran.

2.2. Teori  Pelayanan
Konsep pelayanan dalam kamus bahasa Indonesia diartikan sebagai memberikan sesuatu kepada seseorang dalam bentuk jasa. Menurut W. J. S. Poerwadarminto (1976: 573), pelayanan berasal dari kata layan atau melayani yang berarti menolong, menyediakan segala sesuatu yang diperlukan orang lain.
Menurut A.S Moenir (1995: 17), pada dasarnya manusia dalam memenuhi kebutuhan hidupnya membutuhkan orang lain. Proses pemenuhan kebutuhan melalui aktifitas orang lain secara langsung ini bertujuan membantu menyiapkan atau mengurus apa yang diperlukan orang lain. Sehingga pelayanan senantiasa dengan kepentingan publik atau umum.
Masih menurut Moenir (1995:10), kepentingan umum merupakan kepentingan yang menyangkut masyarakat, tidak bertentangan dengan norma-norma dan aturan yang bersumber dari kebutuhan hidup masyarakat. Kepentingan ini bersifat kolektif dan dapat pula bersifat  individual. Kepentingan umum muncul dari kepentingan individual dan karena bersamaan kepentingan maka kepentingan individual berkembang menjadi kepentingan umum.
Kegiatan pelayanan umum diharapkan pada terselenggaranya pelayanan untuk memenuhi kepentingan umum atau kepentingan perorangan, malalui cara-cara yang tepat dan memuaskan pihak yang dilayani. Supaya pelayanan umum berhasil baik unsure pelaku sangat menentukan, Pelaku dapat berbentuk badan atau organisaasi yang bertanggungjawab atas terselenggaranya pelayanan dan manusia sebagai pegawai.
Pelayanan dapat berjalan baik jika pemerintah selaku penyelenggara pelayanan publik memiliki orientasi yang benar mengenai hakikat dari kedudukannya sebagai abdi masyarakat dan menganggap masyarakat sebagai klien yang harus senantiasa dijaga kepuasan atas pelayanan yang telah diberikan kepada mereka. Kepuasan sangat sulit diukur karena pemakaian layanan memiliki berbagai karakteristik yang berbeda tergantung pada tingkat sosial, ekonomi, pendidikan dan pengetahuan, pengalaman hidup maupun harapan yang ingin dicapainya.
Menurut Fandy Tjiptono (2002: 6) jasa atau servis merupakan aktivitas, manfaat atau kepuasan yang ditawarkan untuk dijual. Contohnya bengkel reparasi, salon kecantikan, kursus ketrampilan, hotel, rumah sakit, dan sebagainya.
 Sedangkan menurut Zulian Yamit (2004: 20), mendefinisikan jasa pelayanan sebagai pekerajaan diluar bidang pertanian dan pabrik seperti pekerjaan dibidang hotel, restoran dan reparasi; hiburan seperti bioskop, teater, taman hiburan: fasilitas perawatan kesehatan seperti rumah sakit dan jasa dokter; jasa professional seperi hukum, akuntan; pendidikan, keuangan; asuransi dan real estate; pedagang besar dan pedagang eceran; jasa transportasi dan lain sebagainya. Jasa memiliki empat karakteristik utama yang membedakannya dari barang, yaitu :
1. Intability
Jasa berbeda dengan barang. Jika barang merupakan obyek, alat atau benda; maka jasa adalah suatui perbuatan kinerja ( performance), atau usaha. Bila barang dapat dimiliki maka jasa hanya dikonsumsi tetapi tidak dimiliki.
2. Inseparability
Barang biasanya diproduksi, kemudian dijual, lalu dikonsumsi. Sedangkan jasadilain pihak, umumnya terlebih dahulu, baru kemudian diproduksi dan dikonsumsi secara bersamaan.
3. Variability
Jasa sangat bersifat variabel karena merupakan standar output, artinya banyak variasi bentuk, kualitas dan jenis tergantung pada siapa, kapan dan dimana jasa tersebut dihasilkan.
4. Perishability
Jasa merupakan komoditas tidak tahan lama dan tidak dapat disimpan.
Menurut Sondang P. Siagian (1992: 134) dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat, aparatur pemerintah seharusnya selalu berpegang pada sikap, tindakan dan perilaku yang mencerminkan watak-watak aparatur negara sebagai berikut.
1.      Dasar hukumnya jelas;
2.      Hak dan kewajiban warga Negara yang dilayani;
3.      Bentuk akhir pelayanan diketahui dan disepakati bersama;
4.      Pelayanan diberikan secara cermat, akurat dan ramah;
5.      Interaksi berlangsung secara rasional dan obyektif.
Dari pengertian dan pendapat tersebut di atas dapat ditarik keseimpulan bahwa pelayanan adalah kegiatan melayani  kepentingan umum atau kepentingan perorangan, malalui cara-cara yang tepat dan memuaskan pihak yang dilayani.
Teori Perkembangan Ekonomi
2.3 Teori Teori  Pertumbuhan dan Perkembangan Ekonomi
a.             Pertumbuhan Ekonomi Harrod-Domar
Pertumbuhan ekonomi menurut Harrod-Domar :  pertama menciptakan pendapatan dan kedua memperbesar kapisitas produksiperekonomian denagan cara meningkatkan stok modal.
b.            Pertumbuhan Solow (Neo-Klasik)
Memperbaiki kelemahan teori Harrod dengan mengolah asumsi mengenai fungsi produksi yang digunakan dengan proporsi yang tepat menjadi fungsi produksi yang variable.
Teori perkembangan ekonomi :
Aliran Klasik
a)      Adam Smith
Pembagian kerja menjadi titik permulaan dari teori pertumbuhan ekonominya yang meningkatkan produktivitas tenaga kerja. Smith menekankan yang dilakukan terlebih dahulu adalah pemupukan modal. Karena pemupukan stok barang harus lebih dahulu dilakukan sebelum pembagian kerja.
b)      David Ricardo
Teori Ricardo bukan teori pertumbuhan tetapi teori distribusi yang menentukan besarnya pangsa tenaga kerja, tuan tanah, dan pemilik modal.
c)       Thomas Robert Malthus
Menurut Malthus pertambahan penduduk tidak cukup untuk berlangsungnya pembangunan ekonomi, bahkan pertambahan penduduk dianggap sebagai akibat dari proses pembangunan.
d)      Teori Karl Marx (Pertumbuhan dan Kehancuran)
Karl Marx mengemukakan bahwa perkembangan masyrakat itu terdiri dari lima tahap, yakni masyarakat primitive, perbudakan, feodal, kapitalis, dan masyarakat sosialis.
Aliran Neo-Klasik
Menurut teori ini, pertumbuhan ekonomi tergantung pada pertambahan penyediaan faktor-faktor produksi (penduduk, tenaga kerja, akumulasi modal) dan tingkat kemajuan teknologi.
1. Teori Keynesn
Menurut Keynes syarat pokok kemajuan ekonomi, yaitu
a)      kemampuan mengendalikan penduduk
b)       Kebulatan tekad menghindari perang dan perselisihan sipil.K
c)      emauan untuk mempercayai ilmu pengetahuan.
d)      Tingkat akumulasi yang ditentukan oleh margin antara produksi dan konsumsi.

2. Teori Schumpeter
Menurut Schumpeter, faktor utama yang menyebabkan perkembangan ekonomi adalah proses inovasi dan pelakunya adalah para innovator atau wiraswasta (enterpreneur). Pertumbuhan ekonomi adalah peningkatan output masyarakat yang disebabkan oleh banyaknya jumlah faktor produksi yang digunakan dalam proses produsi masyarakat tanpa adanya perubahan teknologi itu sendiri.
a. Pertumbuhan Ekonomi Harrod-Domar
Pertumbuhan ekonomi menurut Harrod-Domar :  pertama menciptakan pendapatan dan kedua memperbesar kapisitas produksiperekonomian denagan cara meningkatkan stok modal.
b. Pertumbuhan Solow (Neo-Klasik)
Memperbaiki kelemahan teori Harrod dengan mengolah asumsi mengenai fungsi produksi yang digunakan dengan proporsi yang tepat menjadi fungsi produksi yang variable.

Teori perkembangan ekonomi :
Aliran Klasik.
Teori teori pengembangan aliran klasik sbb:
a)      Adam Smith
Pembagian kerja menjadi titik permulaan dari teori pertumbuhan ekonominya yang meningkatkan produktivitas tenaga kerja. Smith menekankan yang dilakukan terlebih dahulu adalah pemupukan modal. Karena pemupukan stok barang harus lebih dahulu dilakukan sebelum pembagian kerja.
b)      David Ricardo
Teori Ricardo bukan teori pertumbuhan tetapi teori distribusi yang menentukan besarnya pangsa tenaga kerja, tuan tanah, dan pemilik modal.
c)       Thomas Robert Malthus
Menurut Malthus pertambahan penduduk tidak cukup untuk berlangsungnya pembangunan ekonomi, bahkan pertambahan penduduk dianggap sebagai akibat dari proses pembangunan.
d)      Teori Karl Marx (Pertumbuhan dan Kehancuran)
Karl Marx mengemukakan bahwa perkembangan masyrakat itu terdiri dari lima tahap, yakni masyarakat primitive, perbudakan, feodal, kapitalis, dan masyarakat sosialis.
Aliran Neo-Klasik
Menurut teori ini, pertumbuhan ekonomi tergantung pada pertambahan penyediaan faktor-faktor produksi (penduduk, tenaga kerja, akumulasi modal) dan tingkat kemajuan teknologi.
Teori Keynes
Menurut Keynes syarat pokok kemajuan ekonomi, yaitu
a)      kemampuan mengendalikan penduduk
b)       Kebulatan tekad menghindari perang dan perselisihan sipil.K
c)      emauan untuk mempercayai ilmu pengetahuan.
d)      Tingkat akumulasi yang ditentukan oleh margin antara produksi dan konsumsi.
Teori Schumpeter
Menurut Schumpeter, faktor utama yang menyebabkan perkembangan ekonomi adalah proses inovasi dan pelakunya adalah para innovator atau wiraswasta (enterpreneur). Pertumbuhan ekonomi adalah peningkatan output masyarakat yang disebabkan oleh banyaknya jumlah faktor produksi yang digunakan dalam proses produsi masyarakat tanpa adanya perubahan teknologi itu sendiri.
2.4        Bank BPR
2.4.1     Bank Perkreditan Rakyat (BPR)
adalah lembaga keuangan bank yang menerima simpanan hanya dalam bentuk deposito berjangka, tabungan, dan/atau bentuk lainnya yang dipersamakan dan menyalurkan dana sebagai usaha BPR. Dengan lokasi yang pada umumnya dekat dengan tempat masyarakat yang membutuhkan. Status BPR diberikan kepada Bank Desa, Lumbung Desa, Bank Pasar, Bank Pegawai, Lumbung Pitih Nagari (LPN), Lembaga Perkreditan Desa (LPD), Badan Kredit Desa (BKD), Badan Kredit Kecamatan (BKK), Kredit Usaha Rakyat Kecil (KURK), Lembaga Perkreditan Kecamatan (LPK), Bank Karya Produksi Desa (BKPD), dan/atau lembaga-lembaga lainnya yang dipersamakan berdasarkan UU Perbankan Nomor 7 Tahun 1992 dengan memenuhi persyaratan tatacara yang ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah. Ketentuan tersebut diberlakukan karena mengingat bahwa lembaga-lembaga tersebut telah berkembang dari lingkungan masyarakat Indonesia, serta masih diperlukan oleh masyarakat, maka keberadaan lembaga dimaksud diakui. Oleh karena itu, UU Perbankan Nomor 7 Tahun 1992 memberikan kejelasan status lembaga-lembaga dimaksud. Untuk menjamin kesatuan dan keseragaman dalam pembinaan dan pengawasan, maka persy-ratan dan tatacara pemberian status lembaga-lembaga dimaksud ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah.

2.4.2        Usaha yang Dilakukan BPR

Usaha BPR meliputi usaha untuk menghimpun dan menyalurkan dana dengan tujuan mendapatkan keuntungan. Keuntungan BPR diperoleh dari spread effect dan pendapatan bunga. Adapun usaha-usaha BPR adalah :

  • Menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan berupa deposito berjangka, tabungan, dan/atau bentuk lainnya yang dipersamakan dengan itu.
  • Memberikan kredit.
  • Menyediakan pembiayaan bagi nasabah berdasarkan prinsip bagi hasil sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan dalam Peraturan Pemerintah.
  • Menempatkan dananya dalam bentuk Sertifikat Bank Indonesia (SBI), deposito berjangka, sertifikat deposito, dan/atau tabungan pada bank lain. SBI adalah sertifikat yang ditawarkan Bank Indonesia kepada BPR apabila BPR mengalami over liquidity atau kelebihan likuiditas.

2.4.3 Usaha yang Tidak Boleh Dilakukan BPR

Ada beberapa jenis usaha seperti yang dilakukan bank umum tetapi tidak boleh dilakukan BPR. Usaha yang tidak boleh dilakukan BPR adalah :
  • Menerima simpanan berupa giro.
  • Melakukan kegiatan usaha dalam valuta asing.
  • Melakukan penyertaan modal dengan prinsip prudent banking dan concern terhadap layanan kebutuhan masyarakat menengah ke bawah.
  • Melakukan usaha perasuransian.
  • Melakukan usaha lain di luar kegiatan usaha sebagaimana yang dimaksud dalam usaha BPR.

2.4.4 Alokasi Kredit BPR

Dalam mengalokasikan kredit, ada beberapa hal yang harus diperhatikan oleh BPR, yaitu:
  • Dalam memberikan kredit, BPR wajib mempunyai keyakinan atas kemampuan dan kesanggupan debitur untuk melunasi utangnya sesuai dengan perjanjian.
  • Dalam memberikan kredit, BPR wajib memenuhi ketentuan Bank Indonesia mengenai batas maksimum pemberian kredit, pemberian jaminan, atau hal lain yang serupa, yang dapat dilakukan oleh BPR kepada peminjam atau sekelompok peminjam yang terkait, termasuk kepada perusahaan-perusahaan dalam kelompok yang sama dengan BPR tersebut. Batas maksimum tersebut adalah tidak melebihi 30% dari modal yang sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan Bank Indonesia.
  • Dalam memberikan kredit, BPR wajib memenuhi ketentuan Bank Indonesia mengenai batas maksimum pemberian kredit, pemberian jaminan, atau hal lain yang serupa, yang dapat dilakukan oleh BPR kepada pemegang saham (dan keluarga) yang memiliki 10% atau lebih dari modal disetor, anggota dewan komisaris (dan keluarga), anggota direksi (dan keluarga), pejabat BPR lainnya, serta perusahaan-perusahaan yang di dalamnya terdapat kepentingan pihak pemegang saham (dan keluarga) yang memiliki 10% atau lebih dari modal disetor, anggota dewan komisaris (dan keluarga), anggota direksi (dan keluarga), pejabat BPR lainnya. Batas maksimum tersebut tidak melebihi 10% dari modal yang sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan Bank Indonesia.
2.4.5 Faktor Pendukung Pelayanan
Pelayan umum kepada masyarakat akan dapat berjalan sebagaimana yang diharapkan, apabila faktor-faktor pendukungnya cukup memadai serata dapat difungsikan secara berhasil guna dan  berdaya guna. Pada proses pelayanan terdapat faktor penting dan setiap faktor mempunyai peranan yang berbeda-beda tetapi saling berpengaruh.
H.A.S Moenir (2002: 88) berpendapat ada enam faktor pendukung pelayanan, antara lain:
1.      Faktor kesadaran
Faktor kesadaran ini mengarah pada keadaan jiwa seseorang yang merupakan titik temu dari beberapa pertimbangan sehingga diperoleh suatu keyakinan, ketenangan, ketetapan hati dan keseimbangan jiwa. Dengan adanya kesadaran akan membawa seseorang kepada kesungguhan dalam melaksanakan pekerjaan.
2.      Faktor aturan
Aturan sebagai perangkat penting dalam segala tindakan pekerjaan seseorang. Oleh karena itu, setiap aturan secara langsung atau tidak langsung akan berpengaruh. Dengan adanya aturan ini seseorang akan mempunyai pertimbangan dalam menentukan langkahnya. Pertimbangan pertama manusia sebagai subjek aturan ditunjukan oleh hal-hal penting yaitu: Kewenangan, Pengetahuan dan pengalaman, Kemampuan bahasa,  Pemahaman pelaksanaan, Disiplin dalam melaksanakan tugas diantaranya disiplin waktu dan disiplin kerja.
3.    Faktor organisasi
Faktor organisasi tidak hanya terdiri dari susunan organisasi tetapi lebih banyak pada pengaturan mekanisme kerja. Sehingga dalam organisasi perlu adanya sarana pendukung yaitu sistem, prosedur, dan metode untuk memperlancar mekanisme kerja.
4.    Faktor pendapatan
Faktor pendapatan yang diterima oleh seseorang merupakan inbalan atas tenaga dan pikiran yang telah dicurahkan orang lain. Pendapatan dalam bentuk uang, iuran atau fasilitas dalam jaka waktu tertentu.
5.    Faktor kemampuan
Faktor kemampuan merupakan titik ukur untuk mengetahui sejauh mana pegawai dapat melakukan suatu pekerjaan sehingga menghasilkan barang atau jasa sesuai dengan apa yang diharapkan.
5.    Faktor sarana pelayanan
Faktor sarana yang dimaksud yaitu segala jenis peralatan, perlengkapan kerja dan fasilitas yang berfungsi sebagai alat pendukung utama dalam mempercepat pelaksanaan penyelesaian pekerjaan. Adapun fungsi sarana pelayanan, antara lain :
1). Mempercepat     proses   pelaksanaan  pekerjaan  sehingga dapat
menghemat waktu
2). Meningkatkan produktivitas baik barang atau jasa
3). Ketetapan susunan yang baik dan terjamin
4). Menimbulkan rasa nayaman bagi orang yang berkepentingan.
5). Menimbulkan   perasaan    puas    pada    orang-orang    yang
berkepentingan sehingga dapat mengurangi sifat emosional.
Keenam faktor tersebut mempunyai peranan yang berbeda tetapi saling mempengaruhi dan secara bersama-sama akan mewujudkan pelaksanaan pelayanan secara optimal, baik berupa pelayanan verbal, pelayanan tulisan atau pelayanan dalam bentuk gerakan/ tindakan dengan atau tanpa tulisan.
Wolkins dalam Fandy Tjiptono (2000: 75) mengemukakan emam faktor dalam melaksanakan penyempurnaan kualitas secara berkesimambungan. Keenam faktor tersebut meliputi: “kepemimpinan, pendidikan, perencanaan, review, komunikasi serta penghargaan dan pengakuan”.
Jadi dapat ditarik kesimpulan bahwa dalam pelaksanaan pelayanan publik harus memperhatikan aspek pendukung agar pelayanan dapat berjalan dengan baik. Faktor yang harus diperhatikan meliputi : faktor kesadaran baik dari petugas pelayanan maupun dari masyarakat; faktor aturan yang telah di tentukan oleh instansi pemberi layanan; faktor organisasi yang baik; faktor imabalan atau gaji; faktor kemampuan dalam bekerja; faktor sarana dan prasarana; komunikasi dan pendidikan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar