“Penyimpagan dan
Peran PAR-POL dalam Rekruitmen Pejabat Publik”
Oleh :
Nurma Marcia Luthfiana
13031083
Nurma Marcia Luthfiana
13031083
Ilmu Administrasi Negara
Universitas Bhayangkara Surabaya
2013
KATA PENGANTAR
Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh. Alhamdulillahirabbilalamin.
Segala puji bagi Allah yang telah menolong kami menyelesaikan makalah
ini dengan penuh kemudahan. Tanpa pertolongan NYA mungkin penyusun tidak akan
sanggup menyelesaikan dengan baik. Shalawat dan salam semoga terlimpah curahkan
kepada baginda tercinta yakni Nabi Muhammad SAW.
Makalah ini disusun agar pembaca dapat memperluas wawasan tentang “Penyimpagan dan Peran PAR-POL dalam Rekruitmen Pejabat Publik” , yang kami sajikan berdasarkan pengamatan dari berbagai sumber. Makalah ini di susun oleh penyusun dengan berbagai rintangan. Baik itu yang datang dari diri penyusun maupun yang datang dari luar. Namun dengan penuh kesabaran dan terutama pertolongan dari Tuhan akhirnya makalah ini dapat terselesaikan.
Makalah ini memuat tentang “Penyimpagan dan Peran PAR-POL dalam Rekruitmen Pejabat Publik” yang berdampak bagi dunia politik di Indonesia . Walaupun makalah ini mungkin kurang sempurna tapi juga memiliki detail yang cukup jelas bagi pembaca.
Semoga makalah ini dapat memberikan wawasan yang lebih luas kepada pembaca. Walaupun makalah ini memiliki kelebihan dan kekurangan. Penyusun mohon untuk saran dan kritiknya. Terima kasih.
Makalah ini disusun agar pembaca dapat memperluas wawasan tentang “Penyimpagan dan Peran PAR-POL dalam Rekruitmen Pejabat Publik” , yang kami sajikan berdasarkan pengamatan dari berbagai sumber. Makalah ini di susun oleh penyusun dengan berbagai rintangan. Baik itu yang datang dari diri penyusun maupun yang datang dari luar. Namun dengan penuh kesabaran dan terutama pertolongan dari Tuhan akhirnya makalah ini dapat terselesaikan.
Makalah ini memuat tentang “Penyimpagan dan Peran PAR-POL dalam Rekruitmen Pejabat Publik” yang berdampak bagi dunia politik di Indonesia . Walaupun makalah ini mungkin kurang sempurna tapi juga memiliki detail yang cukup jelas bagi pembaca.
Semoga makalah ini dapat memberikan wawasan yang lebih luas kepada pembaca. Walaupun makalah ini memiliki kelebihan dan kekurangan. Penyusun mohon untuk saran dan kritiknya. Terima kasih.
Wassalamualaikum Warahmatullahi
Wabarakatuh.
Surabaya, 12 Nopember 2013
Penulis
DAFTAR ISI
Sampul
............................................................................................................................1
Kata Pengantar...............................................................................................................2
Daftar Isi..........................................................................................................................3
BAB I .
Pendahuluan
1.1 Latar
Belakang.....................................................................................................4
1.2 Rumusan
Masalah................................................................................................5
1.3 Tujuan Pembuatan
Makalah................................................................................5
BAB II
Kerangka Teori.
2.1 Landasan Teori
2.1.1 Pejabat
Publik..................................................................................................6
2.1.2 Rekruitmen
Pejabat Publik..............................................................................8
2.1.3 Partai
Politik....................................................................................................8
BAB III
Pembahasan.
3.1.Bentuk
rekruitmen pejabat publik di Indonesia.......................................................10
3.2.Cara mendapatkan peran pejabat
publik.......................................................12
3.3.Penyimpangan
Rekruitmen Pejabat Publik ...................................................17
3.4 Peran
partai politi dalam rekruitmen pejabat publik......................................21
BAB IV
Penutup
4.1 Kesimpulan........................................................................................................................22
4.2 Saran-saran.........................................................................................................................23
Daftar Pustaka
.....................................................................................................,,,,.........24
BAB I
PENDAHULUAN
1.1
Latar belakang
Demokrasi
itu memperbolehkan siapa saja untuk ikut
dalam kontestasi pemilihan jabatan publik . Tetapi ada banyak penyimpangan yang
terjadi di dalam rekruitmen pejabat publik di Indonesia. Dinasti pejabat publik
tidak hanya ada di Indonesia. Di India ada dinasti Gandhi, di Amerika Serikat
ada Kennedy, juga di Korea Utara melalui keluarga Kim, meskipun di luar kaidah
demokrasi. Artinya, dalam sistem demokrasi siapa pun berhak memilih dan dipilih
menjadi pejabat politik. Dalam ukuran ini, dinasti politik sah-sah saja.
Namun,
demokrasi juga memiliki norma, etika atau fatsun politik. Kekuatiran utama
dalam dinasti politik adalah terjadinya persekongkolan untuk merebut dan
menguasai akses anggaran publik. Dan inilah yang diduga terjadi dalam dinasti
Atut di Banten. Selain itu, figur yang ditampilkan belum tentu memiliki
kapabilitas dalam memimpin. Dia bisa terpilih lebih karena adanya faktor
koneksitas dengan penguasa. Jika ini terjadi, bisa dipastikan yang ada hanyalah
oligarki politik: penguasaan akses publik oleh sekelompok orang demi
kepentingan kelompoknya itu. Dalam ukuran ini, maka demokrasi harus melawannya.
Membangun
demokratisasi di Indonesia merupakan pekerjaan jangka panjang. Selepas dari
otoritarian Soeharto, kita tidak bisa serta merta mendambakan sistem
politik-ekonomi yang mapan seketika.
Butuh waktu panjang untuk membangun demokratisasi ala Indonesia sesuai
konstitusi kita. Dan salah satu pihak yang memiliki kewajiban penuh untuk membangun
demokratisasi ini adalah partai politik (parpol).
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan
uraian latar belakang di atas, dapat penulis rumuskan permasalahan yaitu :
1. Bagaimana
bentuk rekruitmen pejabat publik di Indonesia ?.
2. Bagaimana cara untuk mendapatkan suatu peran pejabat publik ?.
3. Bagaimana
penyimpangan di dalam rekruitmen pejabat publik?.
4. Bagaimana
peran partai politik dalam perekrutan pejabat publik?.
1.3
Tujuan
2. Mengetahui
bentuk rekruitmen pejabat publik di Indonesia.
3. Mengetahui cara
untuk mendapatkan suatu peran pejabat publik.
4. Mengetahui
penyimpangan politik yang ada.
5. Mengetahui
peran partai politik dalam perekrutan pejabat publik.
BAB II
KERANGKA TEORI
2.1 Landasan
Teori
2.1.1 Pejabat Publik
Istilah “Pejabat Publik” terdiri dari
dua suku kata, yaitu “Pejabat” dan “Publik”. Kamus Besar Bahasa Indonesia
(KBBIH) memberi pengertian “Pejabat” dengan: pegawai pemerintah yang memegang
jabatan penting (unsur pimpinan) . Sementara, istilah ‘Publik: diartikan dengan:
orang banyak (umum) . Dari pengertian ini, dapat dipahami bahwa “Pejabat
Publik” adalah pegawai pemerintah yang memegang jabatan penting sebagai
pimpinan yang mengurusi kepentingan orang banyak. Dengan defenisi yang
demikian, seseorang dapat dikatakan sebagai “Pejabat Publik” apabila memenuhi 3
(tiga) syarat, yaitu: (i) bahwa dia adalah pegawai pemerintah; (ii) menjabat
sebagai pimpinan; dan (iii) bahwa tugasnya adalah mengurusi kepentingan orang
banyak.
Dalam kaitannya dengan hukum tata negara
dan hukum administrasi negara, istilah ”Pejabat Publik” memiliki makna yang
similar (sama) dengan istilah ”Pejabat Tata Usaha Negara”. Oleh karenanya,
perlu dikemukakan pendapat Hans Kelsen sebagaimana dikemukakan oleh Jimly
Asshiddiqie , bahwa setiap jabatan yang menjalankan fungsi-fungsi ‘law
creating function and law applying function’ adalah pejabat tata usaha
negara. Artinya, bahwa setiap jabatan yang melaksanakan fungsi-fungsi pembuatan
dan pelaksanaan norma hukum negara dapat disebut sebagai pejabat tata usaha
negara atau pejabat publik.
Pandangan Hans Kelsen tersebut juga
mensyaratkan 3 (tiga) hal, yaitu : (i) adanya jabatan; (ii) adanya fungsi
pembentukan norma hukum negara yang melekat pada jabatan tersebut; dan (ii)
selain fungsi pembuatan norma hukum negara, juga melekat fungsi pelaksanaan
norma hukum negara pada jabatan tersebut. Pengertian jabatan disini barangkali
dapat dirujuk sebagaimana dikemukakan di atas.
Dalam menggali pengertian yang lebih
mendalam tentang ”Pejabat Publik”, dalam hal ini Pejabat Tata Usaha Negara”,
perlu dikemukakan bagaimana Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986 juncto
Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2004 (UU No. 5/1986 jo UU No. 9/2004) tentang
Peradilan Tata Usaha Negara dan Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008 (UU No.
8/2008) tentang Keterbukaan Informasi Publik.
UU No. 5/1986 jo UU No. 9/2004, pada
Pasal 1 angka 2 menyatakan : Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara adalah Badan
atau Pejabat yang melaksanakan urusan pemerintahan berdasarkan peraturan
perundang-undangan yang berlaku. Badan yang dimaksudkan disini adalah institusi
atau organ, sementara pejabat adalah orang perorangan yang menduduki jabatan
tertentu. Jika dicermati bunyi ketentuan tersebut, bahwa Pejabat Tata usaha
Negara itu bukan hanya pegawai pemerintah saja, akan tetapi siapapun, institusi
atau orang perorang, yang menjalankan tugas-tugas pemerintahan atas amanat dari
peraturan perundang-undangan, dapat disebut sebagai Pejabat Tata Usaha Negara.
UU No. 8/2008 memberi peristilahan yang
lebih tegas dan jelas, hal ini sebagaimana dinyatakan dalam Pasal 1 angka 8 :
Pejabat Publik adalah orang yang ditunjuk dan diberi tugas untuk menduduki
posisi atau jabatan tertentu pada badan publik. Sementara, yang dimaksud badan
publik sebagaimana dinyatakan dalam Pasal 1 angka 3 Undang-Undang yang sama :
Badan Publik adalah lembaga eksekutif, legislatif, yudikatif dan badan lain
yang fungsi dan tugas pokoknya berkaitan dengan penyelenggaraan negara, yang
sebagian atau seluruh dananya bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja
Negara dan/atau Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah, atau organisasi
nonpemerintah yang sebagian atau seluruh dananya bersumber dari Anggaran
Pendapatan dan Belanja Negara dan/atau Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah,
sumbangan masyarakat, dan/atau luar negeri.
Dari berbagai pandangan yang dipaparkan
mengenai pengertian ”Pejabat Publik”, dapat disimpulkan bahwa yang dimaksudkan
dengan ”Pejabat Publik” adalah orang yang menduduki jabatan pada organ
pemerintahan atau nonpemerintahan, yang tugas dan fungsi pokoknya berkaitan
dengan penyelenggaraan negara, dimana untuk menjalankan tugas dan fungsi
tersebut digunakan dana yang bersumber dari keuangan negara (APBN dan/atau
APBD), apakah sebagian atau seluruhnya.
2.1.2
Rekruitmen Pejabat Publik
Cheng
Prudjung(chengxplore.blogspot.com), rekruitmen politik adalah suatu
proses seleksi anggota-aggota kelompok untuk mewakili kelompoknya dalam jabatan
administratif maupun politik. Dalam pengertian lain, rekrutmen politik
merupakan fungsi penyelekksian rakyat untuk kegiatan politik dan jabatan
pemerintahan melalui penampilan dalam media komunikasi, menjadi anggota
organisasi, mencalonkan diri untuk jabatan tertentu dan sebagainya.
Setiap sistem politik memiliki
sistem atau prosedur rekrutmen yang berbeda. Anggota kelompok yang direkrut
adalah yang memiliki suatu kemampuan atau bakat yang sangat dibutuhkan untuk
suatu jabatan politik. Setiap partai juga memiliki pola rekrutmen yang berbeda.
Pada referensi yang lain, kita bisa menemukan definisi atau pengertia rekrutmen
politik yang lebih memperhatikan sudut pandang fungsionalnya, yaitu “The
process by which citizens are selected for involvement in politics”. Pengertian
tersebut di atas menjelaskan bahwa rekrutmen politik adalah proses yang
melibatkan warga negara dalam politik.
2.2.3 Partai politik
Sebuah partai
politik adalah organisasi politik yang menjalani ideologi
tertentu atau dibentuk dengan tujuan khusus. Definisi lainnya adalah kelompok
yang terorganisir yang anggota-anggotanya mempunyai orientasi, nilai-nilai, dan
cita-cita yang sama. Tujuan kelompok ini ialah untuk memperoleh kekuasaan
politik dan merebut kedudukan politik - (biasanya) dengan cara konstitusionil -
untuk melaksanakan kebijakan-kebijakan mereka. [1][2]
Partai politik
adalah sarana politik yang menjembatani elit-elit politik dalam upaya mencapai
kekuasaan politik dalam suatu negara yang bercirikan mandiri dalam hal
finansial, memiliki platform atau haluan politik tersendiri, mengusung
kepentingan-kepentingan kelompok dalam urusan politik, dan turut menyumbang
political development sebagai suprastruktur politik.
Dalam rangka
memahami partai politik sebagai salah satu komponen infrastruktur politik
dalam negara, berikut beberapa pengertian mengenai partai politik, yakni:
- Carl J. Friedrich: partai Politik adalah sekelompok manusia yang terorganisir secara stabil dengan tujuan merebut atau mempertahankan penguasan pemerintah bagi pemimpin partainya, dan berdasarkan penguasan ini memberikan kepada anggota partainya kemanfaatan yang bersifat ideal maupun materil.
- R.H. Soltou: partai Politik adalah sekelompok warga negara yang sedikit banyaknya terorganisir, yang bertindak sebagai satu kesatuan politik, yang dengan memanfaatkan kekuasan memilih, bertujuan menguasai pemerintah dan melaksanakan kebijakan umum mereka.
- Sigmund Neumann: partai politik adalah organisasi dari aktivis-aktivis Politik yang berusaha untuk menguasai kekuasan pemerintah serta merebut dukungan rakyat atas dasar persaingan melawan golongan-golongan lain yang tidak sepaham.
- Miriam Budiardjo: partai politik adalah suatu kelompok yang terorganisir yang anggota-anggotanya mempunyai orientasi, nilai-nilai, dan cita-cita yang sama dengan tujuan memperoleh kekuasaan politik dan merebut kedudukan politik (biasanya), dengan cara konstitusional guna melaksanakan kebijakan-kebijakan mereka.
BAB III
PEMBAHASAN
3.1 Bentuk rekruitmen pejabat publik di Indonesia
Di Indonesia, perekrutan politik
berlangsung melalui pemilu setelah setiap calon peserta yang diusulkan oleh
partainya diseleksi secara ketat oleh suatu badan resmi. Seleksi ini dimulai
dari seleksi administrative, penelitian khusus yanitu menyangkut kesetiaaan
pada ideology Negara.
Adapun bahwa beberapa pilihan partai politik
dalam proses rekrutmen politik adalah sebagai berikut;
- Partisan, yaitu merupakan pendukung yang kuat, loyalitas tinggi terhadap partai sehingga bisa direkrut untuk menduduki jabatan strategis.
- Compartmentalization, merupakan proses rekrutmen yang didasarkan pada latar belakang pendidikan dan pengalaman organisasi atau kegiatan sosial politik seseorang, misalnya aktivis LSM.
- Immediate survival, yaitu proses rekrutmen yang dilakukan oleh otoritas pemimpin partai tanpa memperhatikan kemampuan orang-orang yang akan direkrut.
- Civil service reform, merupakan proses rekrutmen berdasarkan kemampuan dan loyalitas seorang calon sehingga bisa mendapatkan kedudukan lebih penting atau lebih tinggi.
Ada beberapa hal menurut Czudnowski,
yang dapat menentukan terpilihnya seseorang dalam lembaga legislatif,
sebagaimana berikut;
- Social background : Faktor ini berhubungan dengan pengaruh status sosial dan ekonomi keluarga, dimana seorang calon elit dibesarkan.
- Political socialization : Merupakan suatu proses yang menyebabkan seorang menjadi terbiasa dengan tugas-tugas yang harus diilaksanakan oleh suatu kedudukan politik.
- Initial political activity : Faktor ini menunjuk kepada aktivitas atau pengalaman politik calon elit selama ini.
- Apprenticeship : Faktor ini menunjuk langsung kepada proses “magang” dari calon elit ke elit yang lain yang sedang menduduki jabatan yang diincar oleh calon elit.
- Occupational variables : Calon elit dilihat pengalaman kerjanyadalam lembaga formal yang bisa saja tidak berhubungan dengan politik, kapasitas intelektual dalam kualitas kerjanya.
- Motivations : Orang akan termotivasi untuk aktif dalam kegiatan politik karena dua hal yaitu harapan dan orientasi mereka terhadap isu-isu politik. Selection : Faktor ini menunjukkan pada mekanisme politik yaitu rekrutmen terbukan dan rekrutmen tertutup.
3.2 Cara mendapatkan peran pejabat
publik
A. Prosedur yang berlaku untuk mendapatkan
suatu peran politik
Didalam proses rekruitmen politik
kita akan mengenal beberapa prosedur-prosedur yang berlaku untuk mendapatkan
suatu peran politik berupa:
1. Pemilihan
umum
Seluruh masyarakat Indonesia setiap 5 tahun sekali
melaksanakan pemilihan umum yaitu kegiatan rakyat dalam memilih orang atau
sekelompok orang untuk menjadi pemimpin bagi rakyatnya,pemimpin Negara,atau
pemimpin didalam pemerintahan dan merupakan mekanisme politik untuk
mengartikulasikan aspirasi dan kepentingan warga Negara dalam proses memilih
sebgaian rakyatnya menjadi pemimpin didalam pemerintahan.
2. Ujian
3. Training
formal
4. Sistem
giliran
Sedangkan menurut teori Almond dan
Powell prosedur prosedur rekruitmen politik terbagi dalam dua bagian yaitu:
1.
Prosedur
tertutup:artinya rekruitmen dilakukan oleh elit partai yang memiliki kekuasaan
untuk memilih siapa saja calon-calon yang dianggap layak diberikan jabatan
berdasarkan skill dan kapasitas yang dimilikinya untuk memimpin.Sehingga
prosedur ini dianggap prosedur tertutup karna hanya ditentukan oleh segelintir
orang
2.
Prosedur
terbuka:artinya setiap masyarakat berhak untuk memilih siapa saja yang bakal
menjadi calon pemimpin didalam negaranya serta pengumuman hasil pemenang dari
kompetisi tersebut dilaksankan secara terbuka, dan terang-terangan.
B. Menggunakan Jalur Politik
Didalam
rekruitmen pejabat publik juga dikenal istilah jalur-jalur politik yang perlu
kita ketahui secara luas kajian-kajianya antara lain :
1.
Jalur
koalisi partai atau pimpinan-pimpinan partai artinya koalisi-koalisi partai
merupakan bagian terpenting didalam rekruitmen politik karena sebagian besar
kesepakatan dan pengangkatan politik di adopsi dari hasil koalisi-kolisi antar
partai yang berperan dalam suatu lingkup politik.Artinya rekruitmen politik
tidak terlepas dari peranan koalisi partai.
2.
Jalur
rekruitmen berdasarkan kemempuan-kemampuan dari kelompok atau individu artinya
jalur ini menjadi kriteria dasar dalam perekrutan seseorang karena dinilai dari
berbagai segi yaitu kriteria-kritreia tertentu,distribusi-distribusi
kekuasaan,bakat-bakat yang terdapat didalam masyarakat,langsung tidak langsung
menguntungkan partai politik. Semua factor-faktor tersebut perlu kita kaji dan
fahami karena tidak mudah untuk menjadi seorang pemimpin. Kita harus mempunyai
skill, kecakapan, keahlian untuk terjun ke dalam dunia politik. Karena dunia
politik merupakan dunia yang keras penuh persaingan taktik dan teknik. Bukan
sembarang orang mampu direkrut untuk masuk kedalam dunia politik.Orang-orang
tersebut terpilih karena memang memenuhi kriteria-kriteria tertentu yang
dianggap mampu menguntungkan negara maupun memberi keuntungan parta-partai
tertentu.
3.
Jalur
rekruitmen berdasarkan kaderisasi artinya setiap kelompok-kelompok
partai harus menyeleksi dan mempersiapkan anggota-anggotanya yang dianggap
mampu dan cakap dalam mendapatkan jabatan-jabatan politik yang lebih tinggi
jenjangya serta mampu membawa/memobilisasi partai-partai politiknya sehingga
memberi pengaruh besar dikalangan masyarakat.Hal ini menjadi salah satu tujuan
dari terbentuknya suatu partai politik yang perlu kita ketahui.Seperti yang
terangkum didalam teori Almond dan G.Bigham powell menjelaskan “rekruitmen
politik tergantung pula terhadap proses penseleksian didalam partai politik itu
sendiri”.Jadi kesimpulanya setiap individu harus mempunyai skill yang mampu
diperjualbelikan sehingga mampu menempati jabatan-jabatan penting suatu negara.
4.
Jalur
rekruitmen politik berdasarkan ikatan promodial. Dizaman modern ini jalur
rekruitmen promodial tidak menutup kemungkinan terjadi didunia
politik.Fenomenal itu terjadi karena adanya hubungan kekerabatan yang dekat
antara orang perorangan yang memiliki jabatan politik sehingga ia mampu
memindahtangankan atau memberi jabatn tersebut kepada kerabat terdekatnya yang
dianggap mampu dan cakap dalam mengemban tugas kenegaraan.Fenomena ini dikenal
dengan nama “rekruitmen politik berdasarkan ikatan promodial”. Contoh jalur
rekruitmen politik berdasarkan ikatan promodial: seorang raja ketika wafat akan
menyerahkan segala kekuasaanya kepada anak-anaknya,kekuasaan yang diberikan
kepada keluarga besan,ketika perkawinan menantu lelaki yang diberi jabatan
penting oleh mertuanya,karena memiliki persamaan marga atau suku seseorang
mendapat jabatn dari sesame marga atau sukunya. Fenomenal ini sering terjadi
dan dikenal pula dengan istilah “system politik monarki” namun kekuasaan ini
perkembanganya hanya disekitar kalangan-kalangan keluarga dan tidak meluas
ataupun merata pembagian kekuasaanya.Hanya kelompok minoritas atau orang-orang
penting yang dapat memperoleh jabatan politik didalam suatu system monarki
seperti ini namun penulis lebih menyukai dan cenderung pada system politik yang
demokratis karena pembagian kekuasaan cenderung lebih merarta sesuai dengan
pancasila sila ke-2 “kemanusiaan yang adil dan beradab”.
C. Pembagian
Jabatan Politik
Selanjutnya materi yang perlu kita kaji adalah
pentingya mengetahui pembagian jabatan didalam politik yaitu:
1. Jabatan
politik artinya jabatan yang diperoleh sebagai dari hasil pemilihan rakyatnya
atau yang ditunjuk langsung oleh pemerintah dan dikenal sebagai seorang
“politikus”.Masa jabatanya hanya dua kali periode.
2. Jabatan
administratif artinya jabatan yang diperoleh secara manual melalui tahap-tahap
pendidikan dan pelamaran kerja.Jabatan ini dianggap pasti dan mampu mampu
menjamin hidup para “administrator” karena masa jabatanya berlangsung lama.Para
administrator ini dikenal sebagai atribut negara karena menjadi indikator
pelengkap dan pendukung dalam membantu tugas para politikus.
D. Perbedaan
antara polikus dan administrator
1. Adanya
pandangan kabur antara politikus dan administrator didalam masyarakat. Hampir
sebagian masyarakat menganggap bahwa politikus dan administrator mengemban
tugas dan jabatan yang sama.Hal ini menjadi pandangan yang salah yang perlu
dikaji secara lebih luas sehingga kami menerangkan pngertianya seperti yang
terangkum diatas.Bahkan di sejumlah sistem-sistem politik didunia berusaha
untuk memisahkan pengertian antara jabatan politik dan administratif dengan
cara melembagakan doktrin “netralitas politik” bagi para administrator.
2. Di Inggris
,pegawai-pegawai politik direkrut melalui badan politik yang netral.Sedangkan
di Amerika Serikat partai yang berkuasa mengadakan perubahan personil secara
ekstensif pada eselon yang lebih tinggi dari dinas sipil waktu memulai
pemerintahan,meliputi perluasan pengawasan partai secara langsung terhadap
jabatan administratif.Politikus dapat berganti-ganti setiap periode tetapi
administrator tetap pada posisinya.
3. Perbedaan
pengertian antara jabatan administratif dan jabatan politik akan semakin kabur
apabila kita memandang dari segi “periphery”(batas luar) menuju pusat sistem
politik.Mengapa hal ini bias terjadi?karena segala kegiatan-kegiatan politk
administrasinya dikelola para administrator maka keduanya saling
berkesinambungan dan tidak dapat terlepas satu sama lain.
E. Sistem
perekrutan pejabat publik terdiri dari beberapa cara yaitu:
1. Seleksi
pemilihan melalui ujian.
2. Latihan(training) Kedua
hal tersebut menjadi indicator utama didalm perekrutan politik.
3. Penyortiran
atau penarikan undian(cara tertua yang digunakan diyunani kuno).
4. Rotasi
memiliki tujuan mencegah terjadinya dominasi jabatan dari kelompok-kelompok
yang berkuasa maka perlu adanya pergantian secara periode dalam jabatan-jabatan
politik.
5. Perebutan
kekuasaan dengan menggunakan atau mengancam dengan kekerasan.Cara ini tidak
patut dicontoh karena untuk menjadi seorang pemimpin tidaklah harus melakukan
tindakan-tindakan tidak terpuji karena kita telah dididik dengan baik dan harus
menerapkan teknik-teknik yang baik pula dalam berpolitik.
6. Petronag
artinya suatau jabatan dapat dibeli dengan mudah melalui relasi-relasi
terdekat.Petronag masih memiliki keterkaitanya dengan budaya korupsi.
7. Koopsi(pemilihan
anggota-anggota baru)artinya memasukan orang-orang atau anggota baru untuk
menciptakan pemikiran yang baru sehingga membawa suatu partai pada visi dan
misi yang ditujunya.
3.3 Penyimpangan Rekruitmen Pejabat Publik
Akhir-akhir ini kita dihebohkan oleh berita penggunaan
gelar akademik (pendidikan tinggi) palsu mulai dari S0 sampai dengan S3 bahkan
Profesor di kalangan elit politik (politisi), birokrat sipil, pejabat politik,
kalangan militer, kepolisian, pemuka agama bahkan sampai pula pada para artis
beken di negeri ini dari pusat sampai ke daerah. Pendek kata hampir kebanyakan
lapisan dan level kehidupan seakan-akan terasa demam jika tidak mempunyai atau
ada embel-embel gelar akademik tanpa mempertimbangkan legalitas, proses dan
kualitasnya.
Kemudian hal ini berlanjut pada banyaknya pemilihan
artis sebagai calon anggota dewan atau pimpinan daerah. Hal ini menjadi
cerminan bagi kondisi politik di Indonesia. Jangan sampai, artis yang
dikendarai oleh salah satu parpol hanya menunjukkan suatu popularitas tertentu
tanpa memperhatikan aspek integritas, kualitas, maupun kredibilitasnya.
Perilaku kriminal (crime action) yang
dipertontonkan para penyelenggara negara (di pusat maupun daerah) yang tetap
berjaya hingga kini dan mereka menenggelamkan bangsa ini dari keberadaban suatu
bangsa. Tentunya hal ini tidak terlepas dari sistem dan proses rekrutmen
politik selama ini. Peraturan perundangan yang tidak mendukung terjadinya pemerintahan
yang bersih, sudah pasti akan menghasilkan para aktor publik (penyelenggara
negara) yang buruk dan kriminal.
Misalnya
sistim Pemilu sejak pemilu tahun 1999 hingga pemilu tahun 2009 yang lalu, telah
menghasilkan wakil rakyat yang tidak bertanggung-jawab atau tidak mempedulikan
rakyat (konstituennya), karena mereka lebih mengutamakan dan mengabdi kepada
DPP (partainya). Praktek demikian sangat mudah dijumpai pada pelbagai proses
politik, baik ketika DPRD mengesahkan APBD, menerima LPJ kepala daerah, memilih
Gubernur/Bupati/Walikota maupun ketika DPR mengesahkan UU. Mereka berperilaku
seperti ini, karena:
1) pada saat
sistem pemilu proporsional tertutup, rakyat tidak memilih orang, tetapi hanya
memilih tanda gambar partai;
2) celakanya
ketika rakyat sudah memilih orang kejadian ini masih berlanjut, karena UU-nya
memang tidak mengatur dan menyatakan secara tegas tentang
pertanggung-jawaban DPR atau Kepala Daerah itu kepada rakyat. DPR/DRPD
mempertanggung-jawabkan tugas-tugasnya melalui mekanisme internal lembaganya
sendiri, sementara Kepala Daerah mempertanggungjawabkan tugasnya (kebijakannya)
kepada pemerintah pusat.
Proses rekrutmen akan menjadi lebih demokratis dan
terbuka, ketika ada perubahan Undang-Undang baik secara substansi maupun
sistimnya kearah yang lebih baik. Sekarang ini proses rekrutmen pejabat publik
(pemilihan kepala daerah) sudah dilakukan dengan pemilihan langsung oleh
rakyat, sehingga akan memperoleh pejabat publik yang lebih berkualitas,
aspiratif dan representatif dibanding selama ini yang selalu menimbulkan
konflik berkepanjangan setelahnya. Oleh sebab itu persyaratan yang lebih ketat
dalam penentuan calon pejabat publik (kepala daerah) sebagai penyelenggara
pemerintahan menjadi sangat strategis dalam proses rekrutmennya.
Dalam kaitannya dengan rekrutmen pejabat publik yang
sedang dan akan terus-menerus berlangsung, maka sangat mendesak untuk mengubah
paradigma penilaian kualitas SDM calon aktor publik (pasangan kepala daerah)
tersebut, dari yang selama ini selalu menggunakan indikator “topeng” (gelar
akademik, jabatan publik dan kekayaan) diganti dengan indikator “kinerja” atau trade
record. Caranya dengan melihat kualitas manusia secara hakiki dan lebih
substantif, seperti hasil karya, prestasi di masyarakat, sikap dan
perilakunya selama ini. Apalagi dalam sistim perpolitikan saat ini yang telah
membuka peluang adanya pemilihan pejabat publik secara langsung oleh rakyat
(pemilihan presiden, gubernur, bupati, walikota dll), maka penilaian kualitas
calon pejabat publik dengan indikator “kinerja” akan lebih tepat dibanding
paradigma indikator “topeng” yang selama ini telah dianut oleh masyarakat.
Jika pengubahan paradigma ini dapat berlangsung dan
berkembang di masyarakat maka sebagian besar problem sosial (bobroknya pranata
kehidupan masyarakat) akan dapat teratasi. Misalnya akan berkurangnya
kebiasaan-kebiasaan yang ada seperti: pemalsuan ijazah, menyuap masuk perguruan
tinggi, kebiasaan nyontek di sekolahan, membocorkan soal ujian sekolah maupun
tes pegawai, nyogok untuk naik jabatan, nyogok hakim agar bebas jeratan hukum,
melanggar lalu lintas, kebiasaan suap atau nembak untuk mendapatkan SIM, money
politics pada pemilihan pejabat publik dan sejenisnya. Terbukanya peluang
akan menghilangkan atau atau paling tidak mampu mengurangi “budaya” culas
akibat berkembangnya indikator “kinerja”, dan akhir muaranya adalah rakyat akan
menjadi tidak “silau” lagi dengan gemerlapnya harta, jabatan maupun gelar
akademik seseorang (karena ketiga indikator tersebut bukan lagi dianggap
sebagai ukuran kualitas seseorang). Sebaliknya masyarakat akan menjadi kagum
dan menaruh hormat tinggi kepada orang yang berprestasi (apalagi jika
prestasinya setara peraih Nobel) dan berperilaku luhur dalam keseharian
hidupnya, khususnya dalam domain urusan publik.
Perubahan paradigma ini dapat juga dikatakan sebagai
“revolusi budaya” atau “revitalisasi”, yang akan lebih strategis jika dimulai
dari tingkat warga berupa gelombang besar gerakan rakyat bersama-sama dari
seluruh elemen, sehingga aktor rekayasa sosial yang selama ini dimonopoli
penguasa, berubah menjadi rakyat sebagai pelaku utamanya (sebagai aktor
kuncinya).
3.4
Peran Partai Politik Perekrutan Pejabat
Publik.
Karena semua
pintu masuk jabatan publik, terutama di eksekutif dan legislatif, mesti melalui
parpol. Oleh karenanya, parpol harus segera mengubah maindset dalam hal
pencarian, perekrutan dan pengkaderan. Tidak bisa lagi dengan cara-cara instan
seperti merekrut publik figur semacam
artis atau pengamat. Semua harus dimulai dari bawah. Untuk jabatan di
legislatif pusat, misalnya, parpol seharusnya merekrut kader-kader partai yang
sudah teruji sebelumnya di legislatif tingkat provinsi.
Demikian
juga untuk penempatan calon anggota legislatif provinsi, parpol harus
mengambilnya dari kader partai yang mumpuni dari legislatif level
kota/kabupaten. Dengan kata lain, setiap kader partai yang akan diusung ke
legislatif harus teruji dulu kemampuannya dari level di bawahnya.
Sistem
seperti ini sudah diterapkan dalam liga sepakbola yang mengenal sistem promosi
dan degradasi. Jika ada kader yang pro-rakyat selama menjabat di legislatif
maka parpol wajib mempromosikannya ke level yang lebih tinggi. Demikian juga
sebaliknya, kader yang hanya mementingkan dirinya sendiri dapat didegradasi ke
level di bawahnya atau malah diberhentikan saja. Dengan mekanisme seperti ini,
maka dengan sendirinya akan mengikis praktek money politic dalam
perekrutan dan pencalonan di pemilihan legislatif. Kader partai yang diusung
bukan lagi karena kemampuan finansial atau popularitas melainkan karena
kecakapannya dalam memimpin. Sistem seperti ini juga akan mengubur koneksitas
dalam berpolitik.
Cara seperti
ini juga dapat diterapkan dalam pemilihan jabatan eksekutif seperti pemilihan
presiden, gubernur, dan walikota/bupati. Mereka yang akan dimajukan partai
harus tokoh yang memang sudah teruji di level sebelumnya. Misalnya, untuk
jabatan presiden, partai dapat merekrut dari kader mereka yang berada di posisi
gubernur. Begitu juga untuk jabatan gubernur, harus berasal dari kader yang
berhasil di jabatan walikota atau bupati. Mengapa demikian? Karena cara seperti
cukup ampuh untuk mengikis praktek koneksitas dan popularitas yang selama ini
terjadi.
Jika metode
perekrutan kader di atas diterapkan parpol kita, maka mendambakan munculnya
partai modern bukan sesuatu yang mustahil. Partai tidak lagi diisi dan dikuasai
oleh klik tertentu yang hanya mengandalkan koneksitas, popularitas dan modal.
Namun, mereka yang menguasa parpol adalah orang-orang yang sudah teruji
kepemimpinannya di basis. Jika ini terjadi, maka dengan sendirinya persoalan
dinasti politik akan berkurang atau bahkan menghilang dengan sendirinya. Namun,
jika parpol kita masih terikat dengan cara-cara tradisional, maka problema
dinasti politik akan muncul setiap periodenya.
Kasus korupsi yang melibatkan banyak kader parpol
merupakan dampak dari kelemahan sistem perekrutan kader oleh kebanyakan parpol
kita. Yang dimunculkan adalah mereka yang memiliki popularitas, koneksitas dan
modal mumpuni. Ini harus segera disadari dan ditindaklanjuti oleh parpol jika
tidak ingin melihat sistem politik kita semakin semrawut. Bagaimanapun,
keberadaan parpol adalah keniscayaan dalam sistem demokrasi yang kita anut.
Tanpa parpol maka negara akan dipimpin oleh kelompok
otoriter yang tidak menginginkan demokratisasi tumbuh. Parpol adalah fondasi
utama dalam membangun demokratisasi yang sudah kita mulai sejak lima belas
tahun yang lalu. Namun sayangnya, untuk lima tahun ke depan, kita masih akan
menyaksikan jabatan-jabatan politik diisi oleh mereka yang masih diragukan
kualitasnya dalam memimpin. Mereka yang dicalonkan dalam pemilu legislatif
tahun depan masih dikuasai oleh individu yang hanya mengandalkan koneksitas,
popularitas dan modal.
BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Rekruitmen pejabat
publik adalah suatu proses penyeleksian individu untuk diletakan pada
peranan-peranan politik yang penting didalam suatu negara.Peranan-peranan
penting ini bukan sembarang orang dapat mendudukinya karena orang-orang
didalamnya menentukan maju-mundurnya suatu negara.Maka didalam rekruitmen
politk haruslah benar-benar mencari orang-orang yang memiliki skill dan
kapasitas yang mamksimal karena ia kan mengemban tugas yang menyangkut
masadepan suatu negara.
Didalam rekruitmen pejabat publik tidak
menutup kemungkinan para calon-calonya melakukan teknik-teknik yang curang
seperti: perebutan kekuasaan dengan menggunakan atau mengancam dengan
kekerasan, Petronag,dll.
Cara-cara curang inilah yang
mestinya harus dihindari karena dapat menghancurkan negara. Apabila jabatan
disalahgunakan oleh orang-orang yang tidak bertanggung jawab dan tidak memiliki
kemampuan untuk memimpin maka hancurlah masa depan suatu negara.
4.2 Saran-Saran
Dari permasalahan di atas maka penulis dapat memberikan saran-saran sebagai
berikut :
- Pemerintah selaku regulator untuk lebih memperketat proses rekrutmen anggota pejabat publik sehingga diharapkan pejabat publik yang terpilih lebih kredibilitas.
- Masyarakat harus bersikap kritis terhadap mekanisme dan kredibilitas anggota dewan agar terpilih pejabat publik yang sesuai dan pro terhadap masyarakat.
- Sebaiknya Partai politik seharusnya menseleksi melakukan ujian atau seleksi yang tepat sebelum menetapkan kader-kader yang akan menjadi calon pejabat publik agar dapat sesuai dengan kebutuhan negara dan pro terhadap rakyat.
DAFTAR PUSTAKA
Tidak ada komentar:
Posting Komentar