BAB I
PENDAHULUAN
Peran Bank BPR untuk
Meningkatkan Perekonomian Masyarakat Kecil.
(Studi kasus PT BPR
Puridana Arthamas)
1.1 Latar
Belakang :
Dalam rangka menyambut datangnya ASEAN Economic
Comunity (AEC) di tahun 2015, semua negara yang tergabung di ASEAN sedang
mempersiapkan diri mereka dengan sebaik mungkin. Salah satu poin yang diakui
penting dalam perkara ini adalah bagaimana memastikan keterlibatan aktif dari
sektor swasta dalam proses integrasi ekonomi regional.
Hal ini berarti negara-negara ASEAN
dalam hal ini khususnya Indonesia perlu terus melakukan upaya-upaya untuk
mempersiapkan sector swasta dengan segala segi kehidupannya untuk beradaptasi
dalam suatu bentuk ekonomi yang lebih terbuka tersebut. Perlu diketahui bahwa
mayoritas bentuk usaha yang ada di wilayah ASEAN termasuk Indonesia masih
diwarnai dengan usaha kecil dan menengah. Menyadari pentingnya hal ini AEC
mengembangkan kerangka kerja untuk usaha kecil dan menengah dengan sasaran untuk
meningkatkan daya saing usaha kecil dan menengah dalam rangka agar terjadi
keseimbangan keuntungan yang didapat dari komunitas ekonomi yang akan
diwujudkan tersebut.
Bank Perkreditan Rakyat (BPR) merupakan
lembaga keuangan yang didirikan untuk melayani masyarakat dan mengembangkan
usaha kecil dan menengah. Dalam perjalanan sejarah BPR masih banyak terdapat
kendala yang menghambat pertumbuhan BPR di Indonesia. Berbagai kendala yang
dihadapi BPR diantaranya adalah masih terbatasnya jangkauan pelayanan dan skala
usaha yang kecil itupun masih ditambah dengan tingkat persaingan yang semakin
hari semakin ketat. Masalah teknologi dan permodalan yang terbatas juga menjadi
masalah.
Penulis bermaksud memeriksa berbagai langkah
yang diharapkan dapat bermanfaat untuk menemukan solusi pengembangan BPR agar
dapat berkembang dan berperan serta dalam pembangunan dan dalam menyambut AEC
2015.
1.2 Rumusan
Masalah:
Berdasarkan
uraian permasalahan yang telah disebutkan
di atas maka penelitian ini bertujuan antara lain:
1.
Bagaimana peran BPR
dalam meningkatkan perekonomian masyarakat kecil ?
2.
Bagaiamana perkembangan
BPR dalam memberikan pelayanan sehingga dapat meningkatkan perekonomian
masyrakat ?
1.3 Tujuan Penelitian
Berdasarkan
uraian permasalahan yang telah disebutkan
di atas maka penelitian ini bertujuan antara lain:
1. Mengetahui peran BPR dalam meningkatkan perekonomian
masyarakat kecil.
2. Mengetahui perkembangan BPR dalam memberikan pelayanan
guna meningkatkan perekonomian masyarakat.
1.4 Manfaat Penelitian
1.4.1Manfaat
Teoriitis
Hasil
dari penelitian ini diharapkan dapat berguna bagi pengembangan teori untuk
kepentingan penelitian di masa yang akan datang serta bermanfat bagi ilmu
pengetahuan.
1.4.2 Manfaat
Praktis
Adapun manfaat praktis dari penelitian ini
nantinya diharapkan mempunyai kegunaan , antara lain:
1.
Hasil penelitian ini dapat memperluas pengetahuan peneliti serta menjadi
masukan bagi peneliti untuk mempersiapkan diri terjun ke masyarakat.
2.
Hasil penelitian
ini diharapkan
dapat memberikan kontribusi berupa sumbangan pemikiran khususnya kepada bank BPR untuk meningkatkan kualitas dan
kuantitas dalam upaya meningkatkan perekonomian masyarakat.
3.
Hasil penelitian ini
diharapkan dapat memberikan pengetahuan serta informasi kepada masyarakat
tentang program – program peningkatan ekonomi oleh pemerintah
melalui bank BPR,
Hasil
penelitian ini diharapkan dapat memberikan tambahan pengetahuan dan wawasan
tentang peran BPR serta menjadi referensi
bagi calon peneliti yang akan melakukan penelitian dengan topik yang sama.
1.5 Definisi Konsep
Bank
Perkreditan Rakyat (BPR) adalah lembaga
keuangan bank yang menerima simpanan hanya dalam bentuk deposito
berjangka, tabungan,
dan/atau bentuk lainnya yang dipersamakan dan menyalurkan dana sebagai usaha
BPR.
1.6 Methode Penelitian
1.6.1
Jenis
Penelitian
Jenis
penelitian yang digunakan dalam skripsi ini adalah metode kualitatif. Jenis penelitian ini penulis pilih karena menyajikan
data secara sistematis, faktual dan akurat mengenai fakta-fakta di
lapangan terutama fakta mengenai peran
BPR dalam meningkatkan perekonomian masyarakat khususnya PT BPR Puridana
Arthamas.
1.6.2
Lokasi
Penelitian
Lokasi
penelitian adalah tempat peneliti menggambarkan kejadian yang sebenarnya dari
obyek yang diteliti dan untuk memperoleh informasi yang berkaitan dengan
permasalahan yang diangkat penulis
yaitu Kantor Pusat
PT BPR Puridana Arthamas Sidoarjo.
1.6.3
Unit
Analisis/ SUBYEK PENELITIAN
Unit
analisis dalam penelitian ini adalah Kantor Pusat
PT BPR Puridana Arthamas Sidoarjo dengan sumber
informasi adalah
Direksi, pegawai BPR, dan nasabah.
1.6.4 Tekhnik Pengumpulan
Data
Dalam penelitian
ini digunakan beberapa teknik pengumpulan data, dimana teknik-teknik tersebut
bertujuan agar data-data
yang
terkumpul dapat benar-benar obyektif dan dapat dipertanggungjawabkan.
Teknik
pengumpulan data dalam penelitian ini antara lain di bawah ini:
1.
Wawancara
Dalam
teknik wawancara ini, peneliti akan melakukan wawancara secara terbuka dan
tertutup, dimana pelaksanaan wawancara terbuka yang dilakukan peneliti dengan
cara tanya jawab dan interview secara
langsung kepada beberapa informan, sedangkan pelaksanaan wawancara tertutup
dilakukan oleh peneliti dengan membuat daftar pertanyaan tertulis yang telah
disiapkan.
Dalam
penelitian ini yang diwawancarai adalah informan-informan, dalam hal ini meliputi
Direksi, Kabag-Kredit, petugas
pemasaran, petugas penagihan dan nasabah. Adapun kisi-kisi wawancara tentang
peran PT BPR Puridana Arthamas dalam meningkat perekonomian masyarakat adalah:
Prosedur pelayanan publik, sumber daya manusia yang melayani nasabah, jenis-jenis produk BPR, bunga yang di
bebankan pada nasabah, sarana dan prasarana kerja, kritik dan keluhan nasabah
/masyarakat, hambatan-hambatan yang dialami dalam proses kredit, dan upaya-upaya apa yang dilakukan agar BPR Puridana Arthamas dalam
meningkatkan program pemerintah.
2.
Observasi
Observasi
adalah teknik pengumpulan data yang dilakukan dengan cara peneliti mengamati
langsung obyek yang akan diteliti secara dekat di lapangan yang berkaitan
dengan permasalahan yang hendak diteliti. Dalam
hal ini Peneliti melakukan pengumpulan data dengan melihat atau mengamati secara langsung
prose pelayanan kredit PT. BPR Puridana Arthamas. Dalam observasi langsung ini, pengumpulan dan pencatatan data yang dilakukan peneliti terhadap obyek
dilakukan di tempat berlangsungnya peristiwa sehinggapeneliti berada bersama
obyek yang sedang diteliti atau diamati. Adapun dimensi-dimensi yang penulis amati dalam observasi ini
adalah:
a.
Bukti langsung (tangibles) yaitu kebersihan kantor,
kenyamanan ruang pelayanan, fasilitas atau sarana dan prasarana di kantor PT. BPR Puridana
Arthamas dan kebersihan serta penampilan fisik/ kerapihan petugas pelayanan;
b.
Keandalan(
reliability) yaitu kemampuan aparat pelayanan dalam memberikan pelayanan yang
cepat dan kemampuan aparat dalam menangani dan meenyelesaikan keluhan
masyarakat;
c.
Daya Tanggap
(responsiveness) yaitu kemampuan untuk melaksanakan layanan yang dijanjikan,
ketepatatan/keakuratan metode pelayanan, kemampuan mengopreasionalkan berbagai
peralatan dalam pelayananan, dan kemampuan pegawai dalam memberikan solusi
terhadap masalah yang dihadapi;
d.
Jaminan
(assurance) yaitu kondisi lingkungan yang aman bagi masyarakat selama berada di PT. BPR
Puridana Arthamas, kemampuan pegawai dalam memberikan pelayanan dengan sopan dan penguasaan
pengetahuan pegawai dalam menjawab pertanyaan , informasi dan kebutuhan berkaitan dengan pelayanan yang
disediakan;
e.
Empati (empaty) yaitu kepedulian pegawai untuk selalu mengutamakan
kebutuhan masyarakat dalam pelayanan dan sikap yang ditunjukkan pegawai dalam
memberikan perhatian dan informasi kepada masyarakat.
3.
Dokumentasi
Teknik
pengumpulan data dengan dokumentasi dalam penelitian adalah pengumpulan data
dengan mencatat dan memanfaatkan
data-data
yang sudah tersedia di PT. BPR Puridana
Arthamas
yang berhubungan dengan
fokus penelitian. Dalam hal ini dokumen berupa Undang-undang,
Peraturan Pemerintah Peraturan Menteri Perekonomian , Peraturan Bupati tentang Bank BPR ,peraturan Bank Indonesia dalam pendirian
BPR, dan Keputusan
komisaris tentang pendirian bank BPR.
1.7 Teknik Analisis Data
Penelitian
skripsi ini menggunakan metode analisis data deskriptif yang bertujuan untuk
menggambarkan, menjelaskan dan memaparkan secara mendetail dan sistematis
tentang keadaan yang sebenarnya, yang kemudian akan ditarik sebuah kesimpulan,
dan akhirnya dapat menjawab masalah yang diangkat dalam perumusan masalah.
Analisis data merupakan hal yang sangat penting karena dengan melakukan
analisis data, data dapat digunakan untuk memecahkan masalah penelitian dan
mencapai tujuan akhir penelitian.
Adapun analisis
data menurut Effendi dan Manning dalam Singarimbun dan Effendi (1989:263)
adalah proses penyederhanaan data ke dalam bentuk yang lebih mudah dibaca dan
diinterpretasikan.
Dalam penelitian
ini penulis akan menggunakan analisis
data kualitatif yang teridiri dari empat
kegiatan, yaitu:
1.
Pengumpulan data :
yaitu kegiatan yang dilakukan oleh peneliti untuk memperoleh data yang valid.
Terdapat tiga teknik dalam pengumpulan data yaitu: wawancara (interview), observasi (pengamatan) dan
dokumentasi. Teknik pengumpulan data yang digunakan menyesuaikan dengan data
yang ada di lapangan.
2.
Reduksi data: Proses
pemilihan, pemusatan perhatian pada penyederhanaan, pengabstrakan, dan
transformasi data “kasar” yang muncul dari catatan tertulis di lapangan.
Reduksi data ini berlangsung secara terus menerus selama proyek yang
berorientasi kualitatif berlangsung.
3.
Penyajian data :
sekumpulan informasi tersusun yang memberi kemungkinan adanya penarikan
kesimpulan dan pengambilan tindakan. Dengan melihat penyajian-penyajian, kita
akan dapat memahami apa yang sedang terjadi dan apa yang harus dilakukan lebih
jauh menganalisis atau mengambil tindakan-tindakan atas pemahaman yang didapat
dari penyajian-penyajian tersebut.
4.
Menarik kesimpulan dan
verifikasi: Akhir dari proses kegiatan analisis adalah penarikan kesimpulan dan
verifikasi. Kesimpulan akhir baru ditarik setelah tidak ditemukan informasi
lagi mengenai permasalahan yang
diteliti. Kemudian kesimpulan yang ditarik akan diverifikasi baik dengan
kerangka fikir peneliti maupun dengan
kolega peneliti. Dalam artian makna yang muncul dari data yang telah diuji
dengan berbagai cara hingga diperoleh validitas dan akuratisitasnya.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN
TEORI
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan di
atas, maka dapat dirumuskan masalah sebagai berikut di bawah ini:
a.
penyelenggaraan
Pelayanan Administrasi kredit
peminjaman dana di PT.
BPR Puridana Arthamas
b.
Kendala-kendala yang
dihadapi nasabah dalam meningkatkan
perekonomian.
c.
Upaya-upaya yang
dilakukan oleh PT. BPR Puridana
Arthamas dalam meningkatkan perekonomian masyarakat.
Teori Kualitas
Definisi kualitas seperti terdapat dalam Kamus Besar Bahasa
Indonesia dimaknai sebagai tingkah baik buruknya
sesuatu (1989: 467). Maka
untuk mengetahui sesuatu setiap orang akan berbeda pandangan
dan berbeda pula dalam mengartikannya. Kualitas
mempunyai arti yang berbeda
tergantung dari orang yang menggunakannya dan dimana istilah itu
dipakai.
Konsep kualitas bersifat relatif, karena
penilaian kualitas sangat ditentukan dari perspektif yang digunakan dan
persepsi yang kompleks.
Menurut Tri Lestari dalam
Hardiyansyah (2011:35) pada dasarnya terdapat 3 ( tiga ) orientasi kualitas yang seharusnya konsisten
antara satu dengan yang lainnya, yaitu persepsi pelanggan, produk dan proses.
Untuk produk jasa pelayanan, ketiga orientasi tersebut ditinjau dari kepuasan
pelanggan.
Untuk produk jasa konsep kualitas itu sendiri sering dianggap sebagai
ukuran
relative suatu produk atau jasa yang terdiri atas
kualitas desain dan kualitas
kesesuaian. Kualitas desain merupakan fungsi spefikasi produk,
sedangkan kualitas kesesuaian adalah suatu ukuran
seberapa jauh suatu produk
mampu memenuhi persyaratan spesifikasi kualitas yang telah
ditetapkan. Pada kenyataanya aspek ini bukanlah
satu-satunya aspek kualitas.
Dalam persektif TQM (Total Quality Management),
kualitas
dipandang secara luas, dimana tidak hanya aspek hasil
saja yang ditekankan,
melainkan juga maliputi proses, lingkungan dan manusia.
Sebagaimana dikemukakan Oleh Gotesh dan Davis (Fandy
Tjiptono, 2002: 51)
bahwa kualitas merupakan suatu kondisi dianamis yang
berhubungan dengan produk, jasa, manusia, proses dan
lingkungan yang memenuhi
dan melebihi harapan.
Pengertian
kualitas secara lebih luas dikatakan oleh Kotler dalam Hardiyansyah (2011:35)
adalah keseluruhan ciri serta sifat dari suatu produk atau pelayanan yang
berpengaruh pada kemampuannya untuk memuaskan kebutuhan yang dinyatakan atau tersirat.
Menurut Gavin
dalam Hardiyansyah (2011:37) terdapat 5 (lima) macam perspektif kualitas yang
dapat dijelaskan mengapa kualitas dapat diartikan secara beranekaragam oleh
orang yang berbeda dalam situasi yang berlainan meliputi:
1.
Trancendental
approach, kualitas dipandang sebagai innate excellence, dimana
kualitas dapat dirasakan , diketahui, tetapi sulit didefinisikan dan
dioperasionalisasikan;
2.
Product-based
approach, bahwa kualitas merupakan atribut atau spesifikasi yang dapat dikuanttitatifkan
dan dapat diukur. Perbedaan kualitas mencerminkan perbedaan dalam jumlah
beberapa unsur atau atribut yang dimiliki produk;
3.
User-based
approach, bahwa kualitas tergantung pada orang yang memandangnya, sehungga pelayanan
yang paling memuaskan preferensi seseorang
merupakan pelayanan yang paling berkualitas tinggi. Perspektif yang
subyektif dan demand oriented ini
juga menyatakan bahwa pelanggan yang berbeda memiliki kebutuhan dan keinginan
yang berbeda pula, sehingga kualitas
kualitas bagi seseorang adalah sama dengan kepuasan maksimum yang dirasakannya;
4.
Manufacturing-based
approach, mendasarkan diri pada supply dan
terutama memperhatikan praktik-paraktik perekayasaan dan pemanufakturan, serta
mendefinisikan, serta mendefinisikan kualitas sebagai kesesuaian dengan
persyaratan. Pendekatan ini berfokus pada penyesuaian spesifikasi yang
dikembangkan secara internal, yang seringkali didorong oleh tujuan peningkatan
produktifitas dan peneknan biaya. Jadi yang menentukan kualitas adalah
standart-standart yang menggunakannya;
5.
Value-based
approach, memandang kualitas dari segi nilai dan
harga. Dengan mempertimbangkan trade off antara
kinerja dan harga, kualitas didefinisikan sebagai “affordable excellence”. Kualitas dalam perspektif ini bersifat
relatifsehingga produk yang memiliki kualitas
paling tinggi belum tentu produk yang paling bernilai.
Menurut
Sinambela (2014:6) definisi konvensional dari
kualitas biasanya menggambarkan karakteristik langsung dari suatu obyek
seperti : kinerja (performance,
keandalan (reliability), mudah dalam penggunaan (easy of use), estetika
(esthetics) dan sebagainya. Adapun dalam definisi strategis dinyatakan bahwa
kualitas adalah segala sesuatu yang mampu memenuhi keinginan atau kebutuhan
pelanggan (mmeting the needs of customer).
Meskipun kata kualitas
memiliki banyak definisi yang berbeda dan bervariasi, sehingga tidak ada definisi yang
diterima secara universal.
Namun dari definisi-definisi yang ada tentang kualitas terdapat
beberapa kriteria-kriteria, yaitu:
1.
Kualitas
meliputi usaha-usaha memenuhi, melebihi harapan pelanggannya.
2.
Kualitas mencakup produk, jasa, manusia,
proses dan lingkungan
3.
Kualitas
merupakan kondisi yang selalu berubah ( misalnya yang
dianggap merupakan kualitas saat ini mungkin dianggap
kurang
berkualitas dimasa mendatang.
Dari
pengertian-pengertian tersebut diatas dapat disimpulkan bahwa kualitas adalah
segala sesuatu yang memuaskan pelanggan atau sesuai dengan persyaratan atau
sesuai dengan kebutuhan dan tepat sasaran.
2.2. Teori Pelayanan
Konsep pelayanan dalam kamus
bahasa Indonesia diartikan sebagai memberikan sesuatu kepada seseorang dalam bentuk jasa.
Menurut W. J. S. Poerwadarminto (1976: 573), pelayanan
berasal dari kata layan
atau melayani yang berarti menolong, menyediakan segala sesuatu
yang diperlukan orang lain.
Menurut A.S Moenir (1995:
17), pada dasarnya manusia dalam memenuhi kebutuhan hidupnya membutuhkan orang lain.
Proses
pemenuhan kebutuhan melalui aktifitas orang lain
secara langsung ini bertujuan membantu menyiapkan atau mengurus apa yang diperlukan
orang lain. Sehingga pelayanan senantiasa dengan
kepentingan publik atau
umum.
Masih menurut Moenir
(1995:10), kepentingan umum merupakan kepentingan yang menyangkut masyarakat, tidak bertentangan
dengan norma-norma dan aturan yang bersumber dari
kebutuhan hidup masyarakat.
Kepentingan ini bersifat kolektif dan dapat pula bersifat individual.
Kepentingan umum muncul dari kepentingan individual dan
karena bersamaan kepentingan maka kepentingan
individual berkembang menjadi
kepentingan umum.
Kegiatan pelayanan umum
diharapkan pada terselenggaranya pelayanan untuk memenuhi kepentingan umum atau
kepentingan perorangan,
malalui cara-cara yang tepat dan memuaskan pihak yang
dilayani. Supaya pelayanan umum berhasil baik unsure
pelaku sangat menentukan,
Pelaku dapat berbentuk badan atau organisaasi yang
bertanggungjawab atas terselenggaranya pelayanan dan
manusia sebagai pegawai.
Pelayanan dapat berjalan
baik jika pemerintah selaku penyelenggara pelayanan publik memiliki orientasi yang benar mengenai
hakikat dari kedudukannya sebagai abdi masyarakat dan
menganggap masyarakat
sebagai klien yang harus senantiasa dijaga kepuasan atas
pelayanan yang telah diberikan kepada mereka. Kepuasan
sangat sulit diukur
karena pemakaian layanan memiliki berbagai karakteristik yang
berbeda tergantung pada tingkat sosial, ekonomi,
pendidikan dan pengetahuan,
pengalaman hidup maupun harapan yang ingin dicapainya.
Menurut Fandy Tjiptono
(2002: 6) jasa atau servis merupakan aktivitas, manfaat atau kepuasan yang ditawarkan untuk
dijual.
Contohnya bengkel reparasi, salon kecantikan, kursus
ketrampilan, hotel, rumah
sakit, dan sebagainya.
Sedangkan menurut Zulian Yamit (2004: 20),
mendefinisikan jasa pelayanan sebagai pekerajaan
diluar bidang pertanian
dan pabrik seperti pekerjaan dibidang hotel, restoran dan
reparasi; hiburan seperti bioskop, teater, taman
hiburan: fasilitas perawatan kesehatan seperti rumah sakit dan jasa dokter; jasa professional seperi
hukum, akuntan; pendidikan, keuangan; asuransi dan real
estate; pedagang besar
dan pedagang eceran; jasa transportasi dan lain sebagainya.
Jasa memiliki empat karakteristik utama yang
membedakannya dari
barang, yaitu :
1. Intability
Jasa berbeda dengan barang. Jika barang merupakan
obyek, alat atau benda;
maka jasa adalah suatui perbuatan kinerja ( performance), atau usaha. Bila barang dapat dimiliki
maka jasa hanya
dikonsumsi tetapi tidak dimiliki.
2. Inseparability
Barang biasanya diproduksi, kemudian dijual, lalu
dikonsumsi. Sedangkan
jasadilain pihak, umumnya terlebih dahulu, baru kemudian diproduksi dan dikonsumsi secara bersamaan.
3. Variability
Jasa sangat bersifat variabel karena merupakan standar
output, artinya
banyak variasi bentuk, kualitas dan jenis tergantung pada
siapa, kapan dan dimana jasa tersebut dihasilkan.
4. Perishability
Jasa merupakan komoditas tidak tahan lama dan tidak
dapat
disimpan.
Menurut Sondang P. Siagian
(1992: 134) dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat, aparatur pemerintah seharusnya selalu
berpegang pada sikap, tindakan dan perilaku yang
mencerminkan watak-watak aparatur negara sebagai berikut.
1.
Dasar hukumnya
jelas;
2.
Hak dan
kewajiban warga Negara yang dilayani;
3.
Bentuk akhir pelayanan
diketahui dan disepakati bersama;
4.
Pelayanan
diberikan secara cermat, akurat dan ramah;
5.
Interaksi
berlangsung secara rasional dan obyektif.
Dari pengertian
dan pendapat tersebut di atas dapat ditarik keseimpulan bahwa pelayanan adalah
kegiatan melayani kepentingan
umum atau kepentingan perorangan,
malalui cara-cara yang tepat dan memuaskan pihak yang
dilayani.
Teori Perkembangan Ekonomi
2.3 Teori Teori Pertumbuhan dan Perkembangan
Ekonomi
a.
Pertumbuhan Ekonomi
Harrod-Domar
Pertumbuhan ekonomi menurut Harrod-Domar : pertama menciptakan pendapatan dan kedua memperbesar kapisitas produksiperekonomian denagan cara meningkatkan stok modal.
Pertumbuhan ekonomi menurut Harrod-Domar : pertama menciptakan pendapatan dan kedua memperbesar kapisitas produksiperekonomian denagan cara meningkatkan stok modal.
b.
Pertumbuhan Solow
(Neo-Klasik)
Memperbaiki kelemahan teori Harrod dengan mengolah asumsi mengenai fungsi produksi yang digunakan dengan proporsi yang tepat menjadi fungsi produksi yang variable.
Memperbaiki kelemahan teori Harrod dengan mengolah asumsi mengenai fungsi produksi yang digunakan dengan proporsi yang tepat menjadi fungsi produksi yang variable.
Teori
perkembangan ekonomi :
Aliran Klasik
a)
Adam
Smith
Pembagian kerja menjadi titik permulaan dari teori pertumbuhan ekonominya yang meningkatkan produktivitas tenaga kerja. Smith menekankan yang dilakukan terlebih dahulu adalah pemupukan modal. Karena pemupukan stok barang harus lebih dahulu dilakukan sebelum pembagian kerja.
Pembagian kerja menjadi titik permulaan dari teori pertumbuhan ekonominya yang meningkatkan produktivitas tenaga kerja. Smith menekankan yang dilakukan terlebih dahulu adalah pemupukan modal. Karena pemupukan stok barang harus lebih dahulu dilakukan sebelum pembagian kerja.
b)
David
Ricardo
Teori Ricardo bukan teori pertumbuhan tetapi teori distribusi yang menentukan besarnya pangsa tenaga kerja, tuan tanah, dan pemilik modal.
Teori Ricardo bukan teori pertumbuhan tetapi teori distribusi yang menentukan besarnya pangsa tenaga kerja, tuan tanah, dan pemilik modal.
c)
Thomas Robert Malthus
Menurut Malthus pertambahan penduduk tidak cukup untuk berlangsungnya pembangunan ekonomi, bahkan pertambahan penduduk dianggap sebagai akibat dari proses pembangunan.
Menurut Malthus pertambahan penduduk tidak cukup untuk berlangsungnya pembangunan ekonomi, bahkan pertambahan penduduk dianggap sebagai akibat dari proses pembangunan.
d)
Teori
Karl Marx (Pertumbuhan dan Kehancuran)
Karl Marx mengemukakan bahwa perkembangan masyrakat itu terdiri dari lima tahap, yakni masyarakat primitive, perbudakan, feodal, kapitalis, dan masyarakat sosialis.
Karl Marx mengemukakan bahwa perkembangan masyrakat itu terdiri dari lima tahap, yakni masyarakat primitive, perbudakan, feodal, kapitalis, dan masyarakat sosialis.
Aliran
Neo-Klasik
Menurut teori ini, pertumbuhan ekonomi tergantung pada pertambahan penyediaan faktor-faktor produksi (penduduk, tenaga kerja, akumulasi modal) dan tingkat kemajuan teknologi.
Menurut teori ini, pertumbuhan ekonomi tergantung pada pertambahan penyediaan faktor-faktor produksi (penduduk, tenaga kerja, akumulasi modal) dan tingkat kemajuan teknologi.
1. Teori Keynesn
Menurut Keynes syarat pokok kemajuan ekonomi, yaitu
Menurut Keynes syarat pokok kemajuan ekonomi, yaitu
a)
kemampuan
mengendalikan penduduk
b)
Kebulatan tekad menghindari perang dan
perselisihan sipil.K
c)
emauan
untuk mempercayai ilmu pengetahuan.
d)
Tingkat
akumulasi yang ditentukan oleh margin antara produksi dan konsumsi.
2. Teori Schumpeter
Menurut Schumpeter, faktor utama yang menyebabkan perkembangan ekonomi adalah proses inovasi dan pelakunya adalah para innovator atau wiraswasta (enterpreneur). Pertumbuhan ekonomi adalah peningkatan output masyarakat yang disebabkan oleh banyaknya jumlah faktor produksi yang digunakan dalam proses produsi masyarakat tanpa adanya perubahan teknologi itu sendiri.
Menurut Schumpeter, faktor utama yang menyebabkan perkembangan ekonomi adalah proses inovasi dan pelakunya adalah para innovator atau wiraswasta (enterpreneur). Pertumbuhan ekonomi adalah peningkatan output masyarakat yang disebabkan oleh banyaknya jumlah faktor produksi yang digunakan dalam proses produsi masyarakat tanpa adanya perubahan teknologi itu sendiri.
a. Pertumbuhan Ekonomi
Harrod-Domar
Pertumbuhan ekonomi menurut Harrod-Domar : pertama menciptakan pendapatan dan kedua memperbesar kapisitas produksiperekonomian denagan cara meningkatkan stok modal.
Pertumbuhan ekonomi menurut Harrod-Domar : pertama menciptakan pendapatan dan kedua memperbesar kapisitas produksiperekonomian denagan cara meningkatkan stok modal.
b. Pertumbuhan Solow
(Neo-Klasik)
Memperbaiki kelemahan teori Harrod dengan mengolah asumsi mengenai fungsi produksi yang digunakan dengan proporsi yang tepat menjadi fungsi produksi yang variable.
Memperbaiki kelemahan teori Harrod dengan mengolah asumsi mengenai fungsi produksi yang digunakan dengan proporsi yang tepat menjadi fungsi produksi yang variable.
Teori
perkembangan ekonomi :
Aliran Klasik.
Aliran Klasik.
Teori
teori pengembangan aliran klasik sbb:
a)
Adam
Smith
Pembagian kerja menjadi titik permulaan dari teori pertumbuhan ekonominya yang meningkatkan produktivitas tenaga kerja. Smith menekankan yang dilakukan terlebih dahulu adalah pemupukan modal. Karena pemupukan stok barang harus lebih dahulu dilakukan sebelum pembagian kerja.
Pembagian kerja menjadi titik permulaan dari teori pertumbuhan ekonominya yang meningkatkan produktivitas tenaga kerja. Smith menekankan yang dilakukan terlebih dahulu adalah pemupukan modal. Karena pemupukan stok barang harus lebih dahulu dilakukan sebelum pembagian kerja.
b)
David
Ricardo
Teori Ricardo bukan teori pertumbuhan tetapi teori distribusi yang menentukan besarnya pangsa tenaga kerja, tuan tanah, dan pemilik modal.
Teori Ricardo bukan teori pertumbuhan tetapi teori distribusi yang menentukan besarnya pangsa tenaga kerja, tuan tanah, dan pemilik modal.
c)
Thomas Robert Malthus
Menurut Malthus pertambahan penduduk tidak cukup untuk berlangsungnya pembangunan ekonomi, bahkan pertambahan penduduk dianggap sebagai akibat dari proses pembangunan.
Menurut Malthus pertambahan penduduk tidak cukup untuk berlangsungnya pembangunan ekonomi, bahkan pertambahan penduduk dianggap sebagai akibat dari proses pembangunan.
d)
Teori
Karl Marx (Pertumbuhan dan Kehancuran)
Karl Marx mengemukakan bahwa perkembangan masyrakat itu terdiri dari lima tahap, yakni masyarakat primitive, perbudakan, feodal, kapitalis, dan masyarakat sosialis.
Karl Marx mengemukakan bahwa perkembangan masyrakat itu terdiri dari lima tahap, yakni masyarakat primitive, perbudakan, feodal, kapitalis, dan masyarakat sosialis.
Aliran
Neo-Klasik
Menurut teori ini, pertumbuhan ekonomi tergantung pada pertambahan penyediaan faktor-faktor produksi (penduduk, tenaga kerja, akumulasi modal) dan tingkat kemajuan teknologi.
Menurut teori ini, pertumbuhan ekonomi tergantung pada pertambahan penyediaan faktor-faktor produksi (penduduk, tenaga kerja, akumulasi modal) dan tingkat kemajuan teknologi.
Teori
Keynes
Menurut Keynes syarat pokok kemajuan ekonomi, yaitu
Menurut Keynes syarat pokok kemajuan ekonomi, yaitu
a)
kemampuan
mengendalikan penduduk
b)
Kebulatan tekad menghindari perang dan
perselisihan sipil.K
c)
emauan
untuk mempercayai ilmu pengetahuan.
d)
Tingkat
akumulasi yang ditentukan oleh margin antara produksi dan konsumsi.
Teori
Schumpeter
Menurut Schumpeter, faktor utama yang menyebabkan perkembangan ekonomi adalah proses inovasi dan pelakunya adalah para innovator atau wiraswasta (enterpreneur). Pertumbuhan ekonomi adalah peningkatan output masyarakat yang disebabkan oleh banyaknya jumlah faktor produksi yang digunakan dalam proses produsi masyarakat tanpa adanya perubahan teknologi itu sendiri.
Menurut Schumpeter, faktor utama yang menyebabkan perkembangan ekonomi adalah proses inovasi dan pelakunya adalah para innovator atau wiraswasta (enterpreneur). Pertumbuhan ekonomi adalah peningkatan output masyarakat yang disebabkan oleh banyaknya jumlah faktor produksi yang digunakan dalam proses produsi masyarakat tanpa adanya perubahan teknologi itu sendiri.
2.4
Bank BPR
2.4.1
Bank Perkreditan Rakyat
(BPR)
adalah
lembaga keuangan bank yang menerima simpanan hanya dalam bentuk deposito
berjangka, tabungan,
dan/atau bentuk lainnya yang dipersamakan dan menyalurkan dana sebagai usaha
BPR. Dengan lokasi yang pada umumnya dekat dengan tempat masyarakat yang
membutuhkan. Status BPR diberikan kepada Bank Desa, Lumbung Desa, Bank Pasar,
Bank Pegawai, Lumbung Pitih Nagari (LPN), Lembaga Perkreditan Desa (LPD), Badan
Kredit Desa (BKD), Badan Kredit Kecamatan (BKK), Kredit Usaha Rakyat Kecil
(KURK), Lembaga Perkreditan Kecamatan (LPK), Bank Karya Produksi Desa (BKPD),
dan/atau lembaga-lembaga lainnya yang dipersamakan berdasarkan UU Perbankan
Nomor 7 Tahun 1992
dengan memenuhi persyaratan tatacara yang ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah.
Ketentuan tersebut diberlakukan karena mengingat bahwa lembaga-lembaga tersebut
telah berkembang dari lingkungan masyarakat Indonesia,
serta masih diperlukan oleh masyarakat, maka keberadaan lembaga dimaksud
diakui. Oleh karena itu, UU Perbankan Nomor 7 Tahun 1992 memberikan kejelasan
status lembaga-lembaga dimaksud. Untuk menjamin kesatuan dan keseragaman dalam
pembinaan dan pengawasan, maka persy-ratan dan tatacara pemberian status
lembaga-lembaga dimaksud ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah.
2.4.2 Usaha yang Dilakukan BPR
Usaha BPR meliputi usaha untuk menghimpun dan menyalurkan dana dengan tujuan mendapatkan keuntungan. Keuntungan BPR diperoleh dari spread effect dan pendapatan bunga. Adapun usaha-usaha BPR adalah :
- Menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan berupa deposito berjangka, tabungan, dan/atau bentuk lainnya yang dipersamakan dengan itu.
- Memberikan kredit.
- Menyediakan pembiayaan bagi nasabah berdasarkan prinsip bagi hasil sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan dalam Peraturan Pemerintah.
- Menempatkan dananya dalam bentuk Sertifikat Bank Indonesia (SBI), deposito berjangka, sertifikat deposito, dan/atau tabungan pada bank lain. SBI adalah sertifikat yang ditawarkan Bank Indonesia kepada BPR apabila BPR mengalami over liquidity atau kelebihan likuiditas.
2.4.3 Usaha yang Tidak Boleh Dilakukan BPR
Ada beberapa jenis usaha seperti yang
dilakukan bank umum tetapi tidak boleh dilakukan BPR. Usaha yang tidak boleh
dilakukan BPR adalah :
- Menerima simpanan berupa giro.
- Melakukan kegiatan usaha dalam valuta asing.
- Melakukan penyertaan modal dengan prinsip prudent banking dan concern terhadap layanan kebutuhan masyarakat menengah ke bawah.
- Melakukan usaha perasuransian.
- Melakukan usaha lain di luar kegiatan usaha sebagaimana yang dimaksud dalam usaha BPR.
2.4.4 Alokasi Kredit BPR
Dalam mengalokasikan kredit, ada
beberapa hal yang harus diperhatikan oleh BPR, yaitu:
- Dalam memberikan kredit, BPR wajib mempunyai keyakinan atas kemampuan dan kesanggupan debitur untuk melunasi utangnya sesuai dengan perjanjian.
- Dalam memberikan kredit, BPR wajib memenuhi ketentuan Bank Indonesia mengenai batas maksimum pemberian kredit, pemberian jaminan, atau hal lain yang serupa, yang dapat dilakukan oleh BPR kepada peminjam atau sekelompok peminjam yang terkait, termasuk kepada perusahaan-perusahaan dalam kelompok yang sama dengan BPR tersebut. Batas maksimum tersebut adalah tidak melebihi 30% dari modal yang sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan Bank Indonesia.
- Dalam memberikan kredit, BPR wajib memenuhi ketentuan Bank Indonesia mengenai batas maksimum pemberian kredit, pemberian jaminan, atau hal lain yang serupa, yang dapat dilakukan oleh BPR kepada pemegang saham (dan keluarga) yang memiliki 10% atau lebih dari modal disetor, anggota dewan komisaris (dan keluarga), anggota direksi (dan keluarga), pejabat BPR lainnya, serta perusahaan-perusahaan yang di dalamnya terdapat kepentingan pihak pemegang saham (dan keluarga) yang memiliki 10% atau lebih dari modal disetor, anggota dewan komisaris (dan keluarga), anggota direksi (dan keluarga), pejabat BPR lainnya. Batas maksimum tersebut tidak melebihi 10% dari modal yang sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan Bank Indonesia.
2.4.5 Faktor
Pendukung Pelayanan
Pelayan umum kepada masyarakat akan
dapat berjalan sebagaimana yang diharapkan, apabila faktor-faktor pendukungnya
cukup memadai serata dapat difungsikan secara berhasil guna dan berdaya guna. Pada proses
pelayanan terdapat faktor penting dan setiap faktor mempunyai
peranan yang berbeda-beda tetapi saling berpengaruh.
H.A.S Moenir (2002: 88) berpendapat
ada enam faktor pendukung pelayanan, antara lain:
1.
Faktor kesadaran
Faktor kesadaran ini mengarah pada
keadaan jiwa seseorang yang merupakan titik temu dari beberapa pertimbangan
sehingga diperoleh suatu keyakinan, ketenangan, ketetapan hati dan keseimbangan
jiwa. Dengan adanya kesadaran akan membawa seseorang kepada kesungguhan dalam
melaksanakan pekerjaan.
2.
Faktor aturan
Aturan sebagai perangkat penting dalam
segala tindakan pekerjaan seseorang. Oleh karena itu, setiap aturan secara
langsung atau tidak langsung akan berpengaruh. Dengan adanya aturan ini
seseorang akan mempunyai pertimbangan dalam menentukan langkahnya. Pertimbangan
pertama manusia sebagai subjek aturan ditunjukan oleh hal-hal penting yaitu:
Kewenangan, Pengetahuan dan pengalaman, Kemampuan bahasa, Pemahaman pelaksanaan, Disiplin dalam
melaksanakan tugas diantaranya disiplin waktu dan disiplin kerja.
3.
Faktor organisasi
Faktor organisasi tidak hanya terdiri
dari susunan organisasi tetapi lebih banyak pada pengaturan mekanisme kerja.
Sehingga dalam organisasi perlu adanya sarana pendukung yaitu sistem, prosedur,
dan metode untuk memperlancar mekanisme kerja.
4.
Faktor pendapatan
Faktor pendapatan yang diterima oleh
seseorang merupakan inbalan atas tenaga dan pikiran yang telah dicurahkan orang
lain. Pendapatan dalam bentuk uang, iuran atau fasilitas dalam jaka waktu
tertentu.
5.
Faktor kemampuan
Faktor kemampuan merupakan titik ukur
untuk mengetahui sejauh mana pegawai dapat melakukan suatu pekerjaan sehingga
menghasilkan barang atau jasa sesuai dengan apa yang diharapkan.
Faktor sarana yang dimaksud yaitu segala
jenis peralatan, perlengkapan kerja dan fasilitas yang berfungsi sebagai alat
pendukung utama dalam mempercepat pelaksanaan penyelesaian pekerjaan. Adapun
fungsi sarana pelayanan, antara lain :
1). Mempercepat proses pelaksanaan pekerjaan sehingga dapat
menghemat waktu
2). Meningkatkan produktivitas baik
barang atau jasa
3). Ketetapan susunan yang baik dan
terjamin
4). Menimbulkan rasa nayaman bagi
orang yang berkepentingan.
5). Menimbulkan perasaan puas pada orang-orang yang
berkepentingan sehingga dapat
mengurangi sifat emosional.
Keenam faktor tersebut mempunyai
peranan yang berbeda tetapi saling mempengaruhi dan secara bersama-sama akan
mewujudkan pelaksanaan pelayanan secara optimal, baik berupa pelayanan verbal,
pelayanan tulisan atau pelayanan dalam bentuk gerakan/ tindakan dengan atau
tanpa tulisan.
Wolkins dalam Fandy Tjiptono (2000:
75) mengemukakan emam faktor dalam melaksanakan penyempurnaan kualitas secara
berkesimambungan. Keenam faktor tersebut meliputi: “kepemimpinan, pendidikan,
perencanaan, review, komunikasi serta penghargaan dan pengakuan”.
Jadi dapat ditarik kesimpulan bahwa
dalam pelaksanaan pelayanan publik harus memperhatikan aspek pendukung agar
pelayanan dapat berjalan dengan baik. Faktor yang harus diperhatikan meliputi :
faktor kesadaran baik dari petugas pelayanan maupun dari masyarakat; faktor
aturan yang telah di tentukan oleh instansi pemberi layanan; faktor organisasi
yang baik; faktor imabalan atau gaji; faktor kemampuan dalam bekerja; faktor
sarana dan prasarana; komunikasi dan pendidikan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar