INOVASI PELAYANAN PUBLIK
“KABUPATEN KULON PROGO”
Penyusun :
Nama : Nurma Marcia Luthfiana
NIM : 13031083
Prodi Administrasi Publik
Fakultas Ilmu Sosial Dan Politik
Universitas Bhayangkara Surabaya
2016
Kata Pengantar
Puji
syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala rahmat-NYA sehingga makalah
ini dapat tersusun hingga selesai . Tidak lupa kami juga mengucapkan banyak
terimakasih atas bantuan dari pihak yang telah berkontribusi dengan memberikan
sumbangan baik materi maupun pikirannya.
Dan harapan kami semoga makalah ini dapat menambah pengetahuan dan pengalaman bagi para pembaca, Untuk ke depannya dapat memperbaiki bentuk maupun menambah isi makalah agar menjadi lebih baik lagi.
Karena keterbatasan pengetahuan maupun pengalaman kami, Kami yakin masih banyak kekurangan dalam makalah ini, Oleh karena itu kami sangat mengharapkan saran dan kritik yang membangun dari pembaca demi kesempurnaan makalah ini.
Dan harapan kami semoga makalah ini dapat menambah pengetahuan dan pengalaman bagi para pembaca, Untuk ke depannya dapat memperbaiki bentuk maupun menambah isi makalah agar menjadi lebih baik lagi.
Karena keterbatasan pengetahuan maupun pengalaman kami, Kami yakin masih banyak kekurangan dalam makalah ini, Oleh karena itu kami sangat mengharapkan saran dan kritik yang membangun dari pembaca demi kesempurnaan makalah ini.
Surabaya, April 2016
Penyusun
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar
Belakang
Fenomena
krisis kepercayaan masyarakat terhadap birokrasi terjadi. Birokrasi
dicemoohkan, disepelekan, bahkan ditentang kebijakan dan tindakannya.
Terjadinya kesan negatif dan krisis kepercayaan terhadap birokrasi tersebut
disebabkan karena birokrasi selama ini tidak bisa merespon keinginan warga
masyarakat. Oleh karenanya, usaha untuk memperbaiki struktur dan peran
birokrasi pada saat sekarang adalah suatu hal yang tidak terelakkan.
Sebagaimana dikembangkan oleh Mauk dalam Budi Setiono (2002 : 109) yang
menyatakan :“We need to change the culture of public administrator organizations;…
slowness turn to quickness, top-down approaches to a bottom up philosophy,
bureaucracy turn to neighborhoods, bigness to smallness.” Birokrasi yang
selama ini di desain untuk bekerja lambat, berhati-hati dan metodologinya sudah
tidak diterima oleh orang yang perlu layanan cepat, efisien, tepat waktu dan
sederhana. Dalam era globalisasi yang penuh kompetisi, gerak cepat dan tindakan
aparat pemerintah yang tepat merupakan suatu keharusan. Untuk meningkatkan daya
saing yang kian kompetitif diperlukan reformasi birokrasi yang dapat
menghasilkan birokrasi profesional dan ramping yang bebas hambatan. Hal ini
membutuhkan dilaksanakannya penyelenggaraan pemerintahan yang baik (good
local governance), dengan menerapkan prinsip akuntabilitas, transparansi,
dan keterbukaan, efisiensi dan efektifitas, serta partisipasi, yang
pelaksanaannya dilakukan secara demokratis sebagai suatu kesatuan yang utuh.
Salah
satu budaya birokrasi yang sangat penting bagi reformasi birokrasi adalah
berkembangnya inovasi dalam instansi pemerintah. Inovasi sangat penting, karena
memungkinkan birokrasi untuk berfungsi lebih dinamis dan melakukan improvement.
Kurang populernya konsep inovasi pada masa lalu dapat difahami karena
karakter reformasi yang lebih didasarkan pada prinsip-prinsip birokrasi weber.
Dalam
konsepsi weber, birokrasi memerlukan aturan yang jelas, hirarki,
spesialisasi dan lingkungan yang relatif stabil. Dalam konteks ini, inovasi
dipandang tidak banyak diperlukan bagi aparatur birokrasi pemerintah (Kelman,
2005). Kewajiban aparatur birokrasi pemerintah adalah menjalankan aturan yang
telah ditetapkan (rule driven). Jika kemudian inovasi dilaksanakan,
hanya dalam intensitas yang kecil dan dilakukan terbatas pada level pimpinan
saja.
Paradigma,
New Public Management (NPM) mulai menggeser hegemoni konsepsi Weber
dalam reformasi administrasi. Reformasi kemudian mengalami pembelokan arah
menuju birokrasi yang mengedepankan hasil, partisipasi, berorientasi pelanggan,
digerakan oleh misi, dan desentralisasi (Osborne, 1992). Pada era baru ini,
inovasi justru sangat dihargai oleh pendukung gerakan reformasi. Di negara
Korea, konsep inovasi bahkan telah “menggantikan” konsep reformasi. Pengalaman
Korea menunjukan bahwa penerapan inovasi pada negara tersebut telah meningkatkan
kualitas penyelenggaraan pemerintahan di tingkat lokal (Yoo, 2002).
Keberhasilan sebagaimana Korea ini juga terjadi pada penerapan inovasi di
kanada (Robertson and Ball, 2002). Sementara di China, inovasi telah dianggap
sebagai bagian dari tradisi China (Shenkar, 2006).
Inovasi
atas birokrasi sangat mendukung bagi berkembangnya ekonomi dan teknologi China
dewasa ini. Semua ini menunjukan nilai penting inovasi bagi perubahan yang
dinginkan. Meskipun kesadaran perlunya inovasi dalam penyelenggaraan pemerintahan
tampaknya makin menguat, namun kenyataannya belum banyak pemerintah sekarang
ini yang menerapkan inovasi dalam proses penyelenggaraan pemerintahannya. Pada
umumnya, pemerintahan memberlakukan penyelenggaraan pemerintahan sebagai
rutinitas, business as usual. Berbagai upaya pemerintah untuk
mendorong inovasi pada birokrasi melalui berbagai penghargaan, juga tidak
banyak menunjukan hasil sebagaimana yang diharapkan. Inovasi belum menjadi
unsur penting dari budaya birokrasi pemerintah. Hal demikian ini juga
mengindikasikan bahwa birokrasi pemerintah sekarang belum mampu menyerap dan
mengembangkan nilai-nilai manajemen yang lebih maju.
Pelayanan
publik yang diberikan oleh Birokrasi Pemerintah dilakukan lebih efisien dengan
tidak mengurangi dan mengubah pola pikir bahwa birokrasi menjadi lebih
komersial. Akan tetapi tetap pada upaya peningkatan pelayanan kepada
masyarakat. Dengan profesionalisme aparat dan keberdayaan birokrasi diharapkan
akan mampu melayani tuntutan pelayanan sektor publik tadi. Dengan demikian
diharapkan dapat menghilangkan kesan, bahwa pelayanan publik yang diberikan
birokrasi pada masyarakat sering dibuat dengan ukuran apa yang menurut
birokrasi baik dan perlu, bukan kesesuaian dengan para penggunaannya dalam hal
ini kebutuhan masyarakat.
Munculnya
fenomena baru mengenai perubahan peran birokrat dari pelaksanaan menjadi
motivator, dinamisator, dan fasilitator pembangunan serta sumber daya atau
kemampuan objektif Pemerintahan yang semakin terbatas, menimbulkan pemikiran
dikalangan birokrat untuk meniru kelompok swasta yang tetap exist dan survive
meskipun dengan sumber daya seadanya, untuk itu perlu merumuskan kembali makna
dan hakikat pelayanan publik dan menciptakan organisasi Pemerintahan yang
ramping tetapi kuat dan efisien. Birokrasi yang berorientasi pada prestasi
mampu menciptakan pelayanan yang prima, mengutamakan kemanfaatan daripada
hasil, dan berorientasi pada tujuan yang telah ditetapkan bersama. Suatu sistem
penyediaan pelayanan publik yang biasanya ditangani melalui mekanisme administratif
menjadi suatu penyediaan pelayanan publik yang berdasarkan insentif pasar.
Untuk itu, budaya birokrasi harus dapat membangun tumbuhnya budaya demokrasi.
Dengan demikian akan tumbuh kepercayaan masyarakat kepada Pemerintah Daerah,
yang pada akhirnya dapat mempercepat peningkatan kesejahteraan.
Kinerja kepala pemerintahan baik
tingkat pusat maupun daerah telah berlomba untuk melakukan inovasi inovasi
birokrasi yang dapat mendukung daerah untuk menuju reformasi birokrasi yang
dapat menegembangkan potensi daerah tersebut. Bupati Kulon Progo, dr.
H. Hasto Wardoyo, Sp.OG(K), merupakan salah satu dari beberapa pejabat public
yang menjalankan peran nya sebagai pejabat public yang berhasil melakukan
reformasi birokrasi di daerahnya. Menyimpan sejumlah terobosan inovatif
reformasi birokrasi untuk membangun daerah. Sejak dilantik tiga tahun yang lalu, Bupati yang juga berprofesi
sebagai dokter ini terus meluncurkan aksinya mengentas kemiskinan di Kulon
Progo. Aksi Bupati tidak kalah inspiratif dengan daerah-daerah lain di
Indonesia.
B.
Rumusan
Masalah
Bagaimana
inovasi Bupati Kulon Progo dalam menjalankan reformasi birokrasi di daerah nya?
C. Tujuan Pembuatan makalah
Untuk
mengetahui program inovasi pemerintah Kabupaten Kulon Progo dalam menjalankan
fungsi nya dalam peningkatan kualitas birokrasi.
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
A.
Inovasi Birokrasi
a.
Pengertian
Inovasi
Inovasi adalah sebuah proses pembaruan dalam unsur
kebudayaan masyarakat, yakni teknologi. Inovasi berarti penemuan baru
dalam teknologi manusia. Dalam pengertian yang lain, inovasi juga dapat
didefinisikan sebagai kemampuan untuk memperkenalkan hal-hal baru atau temuan
baru yang berbeda dari yang sudah ada atau sudah dikenal sebelumnya. Orang yang
melakukan inovasi disebut inovator. Sesuatu hal yang inovatif haruslah
bermanfaat bagi sang inovator atau orang lain. Umumnya, inovasi dibedakan atas
inovasi yang terjadi karena sengaja (invention) dan inovasi yang terjadi
tanpa disengaja (discovery). Invention adalah proses munculnya
suatu hal baru dari kombinasi hal-hal lama yang telah ada. Sedangkan, discovery
adalah penemuan hal baru, baik berupa alat ataupun gagasan. Discovery
dapat menjadi invention jika masyarakat sudah mengakui, menerima, dan
memanfaatkan hasil inovasi tersebut.
b.
Birokrasi
Berasal dari kata bureaucracy (bahasa
inggris bureau + cracy), diartikan sebagai suatu organisasi
yang memiliki rantai komando dengan
bentuk piramida,
di mana lebih banyak orang berada ditingkat bawah daripada tingkat atas,
biasanya ditemui pada instansi yang sifatnya administratif
maupun militer.
Pada rantai komando ini setiap posisi serta tanggung jawab kerjanya
dideskripsikan dalam organigram. Organisasi ini pun memiliki aturan
dan prosedur
ketat sehingga cenderung kurang fleksibel. Ciri lainnya adalah biasanya
terdapat banyak formulir yang harus dilengkapi dan pendelegasian
wewenang harus dilakukan
sesuai dengan hirarki
kekuasaan.
B.
Profil
Kabupaten Kulonprogo
Kabupaten Kulon Progo merupakan
salah satu kabupaten dari lima kabupaten/kota di Propinsi Daerah Istimewa
Yogyakarta yang terletak di bagian barat. Batas Kabupaten Kulon Progo di
sebelah timur yaitu Kabupaten Bantul dan Kabupaten Sleman, di sebelah Barat
berbatasan dengan Kabupaten Purworejo, Propinsi Jawa Tengah, di sebelah Utara
berbatasan dengan Kabupaten Magelang, Propinsi Jawa Tengah dan di sebelah
Selatan berbatasan dengan Samudera Hindia. Kabupaten Kulon Progo memiliki
topografi yang bervariasi dengan ketinggian antara 0 - 1000 meter di atas permukaan
air laut, yang terbagi menjadi 3 wilayah meliputi :
·
Bagian
Utara
Merupakan dataran tinggi/perbukitan
Menoreh dengan ketinggian antara 500 1000 meter di atas permukaan air laut,
meliputi Kecamatan Girimulyo, Kokap, Kalibawang dan Samigaluh. Wilayah ini
penggunaan tanah diperuntukkan sebagai kawasan budidaya konservasi dan
merupakan kawasan rawan bencana tanah longsor.
·
Bagian
Tengah
Merupakan daerah perbukitan dengan
ketinggian antara 100 500 meter di atas permukaan air laut, meliputi Kecamatan
Nanggulan, Sentolo, Pengasih, dan sebagian Lendah, wilayah dengan lereng antara
2 15%, tergolong berombak dan bergelombang merupakan peralihan dataran rendah
dan perbukitan.
·
Bagian
Selatan
Merupakan dataran rendah dengan
ketinggian 0 100 meter di atas permukaan air laut, meliputi Kecamatan Temon,
Wates, Panjatan, Galur, dan sebagian Lendah. Berdasarkan kemiringan lahan,
memiliki lereng 0 2%, merupakan wilayah pantai sepanjang 24,9 km, apabila musim
penghujan merupakan kawasan rawan bencana banjir. Luas wilayah Kabupaten Kulon
Progo adalah 58.627,54 hektar, secara administratif terbagi menjadi 12
kecamatan yang meliputi 88 desa dan 930 dusun. Penggunaan tanah di Kabupaten
Kulon Progo, meliputi sawah 10.732,04 Ha (18,30%); tegalan 7.145,42 Ha
(12,19%); kebun campur 31.131,81 Ha (53,20%); perkampungan seluas 3.337,73 Ha
(5,69%); hutan 1.025 Ha (1,75%); perkebunan rakyat 486 Ha (0,80%); tanah tandus
1.225 Ha (2,09%); waduk 197 Ha (0,34%); tambak 50 Ha (0,09%); dan tanah
lain-lain seluas 3.315 Ha (5,65%).
Kabupaten Kulon Progo dilewati oleh
2 (dua) prasarana perhubungan yang merupakan perlintasan nasional di Pulau
Jawa, yaitu jalan Nasional sepanjang 28,57 km dan jalur Kereta Api sepanjang
kurang lebih 25 km. Hampir sebagian besar wilayah di Kabupaten Kulon Progo dapat
dijangkau dengan menggunakan transportasi darat.
BAB
III
PEMBAHASAN
Dr. Hasto Wardoyo, SP. OG.(K) (lahir di Kulon Progo,
Daerah Istimewa Yogyakarta, 30 Juli
1964; umur 51
tahun) adalah bupati
Kulon Progo
yang menjabat pada periode 2011-2016.
Sebelum menjadi Bupati, Hasto Wardoyo dikenal sebagai dokter dan pengusaha
bidang jasa kesehatan. Ia dilantik sebagai Bupati Kulonprogo pada 24 Agustus
2013.
Beberapa
Jurus Keren Bupati Kulon Progo Slamet SPd., MM., mengenai terobosan yang
dilakukan Bupati Kulon Progo, Hasto Wardoyo. Hasto Wardoyo punya rapor bagus,
karena inovasi dalam mensejahterakan masyarakat orisinil dan protektif. Berikut
beberapa inivoasi ampuh Bupati kulon progo.
A.
Program “Bela Beli”
Merupakan program untuk meningkatkan perrekonomian daerah
dengan meningkatkan produk lokal Program ini merupakan
gerakan untuk membeli dengan cara membeli produk-produk lokal yang dipunyai di
wilayah barat Provinsi DIY ini. Masih banyak warga Kulonprogo yang
kesejahteraannya masih kurang di bandingkan kabupaten/kota lainnya di Provinsi
DI Yogyakarta. Sementara itu sumber daya alam dan sumber daya manusia ada di
kabupaten yang terletak di sebelah barat Sungai Progo, berikut bebrapa program
bela beli di kabupaten Kulon Progo :
1.
Air Kulon Progo “Air Ku”
Berhasil menggenjot produk lokal. Mendorong PDAM untuk
melakukan inovasi, yakni memproduksi air minum dalam kemasan berlabel AirKU.
PDAM saat ini telah memproduksi 100 ribu karton AirKU setiap bulan. Produk ini dikonsumsi dalam
kegiatan rapat di pemkab hingga hajatan warga. Bahkan seluruh kegiatan di
lingkungan pemkab dan sekolah wajib menggunakan AirKU yang
harganya lebih murah.
Sekarang PDAM mampu menyumbang PAD (pendapatan asli daerah) Rp 300 juta.
Sementara kabupaten Gunungkidul, PDAMnya terus merugi.
Gambar 1: Bupati
Hasto sedang mempromosikan produk BUMD air mineral AIR KU
Ide memproduksi air mineral dalam kemasan muncul setelah melihat data
bahwa kebutuhan air minum dalam kemasan di Kulon Progo cukup besar, yakni 4,8
juta gelas per bulan. Mulai konsumsi dalam kegiatan rapat di pemkab hingga
hajatan warga. Kebutuhan itu sebelumnya dipenuhi perusahaan air minum dalam
kemasan milik asing. Padahal, Kulon Progo memiliki sumber air Clereng di
Sendangsari, Pengasih, Kulon Progo, yang benar-benar sangat berkualitas secara
fisika maupun kimia dan memiliki kapasitas yang melimpah.
2.
GAPOKTAN
Program bela beli dijalankan di bidang pertanian. Pemkab memfasilitas
pembentukan gapoktan (gabungan kelompok tani). Mereka diajak tidak hanya
menjual hasil panen dalam bentuk gabah, tetapi didorong untuk memproses dan
mengemas menjadi beras. Pemkab memfasilitasi mesin penggilingan padi dan
permodalan. Kulon Progo, kini memilik produk beras yang tidak kalah dengan
beras yang ada di supermarket. Hasto mewajibkan PNS di lingkungan pemkab
membeli beras dari gapoktan. Kalau 8 ribu PNS Kulon Progo minimal mengonsumsi
10 kg, pangsa beras setiap bulan 80.000 kg, cukup menjanjikan buat para
petani.Kulon Progo juga menjalin MoU dengan Bulog sebagai pemasok raskin.
Namun, di kabupaten ini, namanya beras daerah (rasda). Setiap bulan gapoktan
memasok 1.900 ton beras ke Bulog. Pendapatan petani pun meningkat. Begitu juga
daya beli mereka.
Ada beberapa
hal yang menarik dari pengubahan Raskin menjadi Rasda tersebut.
A. Pertama,
secara bahasa pengubahan dari istilah Raskin menjadi Rasda seolah ingin
menunjukkan adanya bargaining position. Kata miskin dari
raskin menjadi daerah tersimpan rasa ‘pemberontakan’ ingin mengubah bahwa beras
itu bukan berasnya orang miskin tetapi di sediakan oleh orang daerah / lokal.
Ada semangat kemandirian di situ. Semangat untuk bisa mencukupi kebutuhan
pangan dari hasil sendiri bukan dari orang lain. Ada keinginan meningkatkan
‘derajat’ kemanusiaan dari peristilahan untuk masyarakat daerah Kulon Progo.
B. Kedua, dengan
pengubahan Raskin menjadi Rasda ini ada semacam desentralisasi pada bidang
pangan. Pemerintah daerah di beri kesempatan untuk mengelola pangannya sendiri
dengan hasil produk daerah sendiri. Selama ini memang daerah hanya di beri
peran dalam pendistribusian dalam pembagian Raskin ke masyarakat yang berhak
menerima. Persoalan pengadaan menjadi domain dari Bulog. Ini merupakan
tantangan bahwa Kulon Progo akan mampu menyediakan beras sendiri dalam rangka
keswasembadaan pangan.
C. Ketiga, hal
ini diharapkan akan berdampak bagi peningkatan kesejahteraan masyarakatpetani
Kulon Progo. Dengan rencana petani Kulon Progo akan lebih mudah dalam
memasarkan produksi berasnya. Ini adalah salah satu wujud dari slogan yang
sedang di gelorakan oleh Pemkab Kulon Progo yaitu Bela Kulon Progo, Beli Kulon
Progo. Sebuah usaha untuk membela Kulon Progo dengan membeli produk-produk dari
Kulon Progo untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat di Kabupaten Kulon
Progo.
Kritikan selama ini terhadap beras raskin yang di distribusikan bagi
masyarakat kurang mampu adalah kualitas beras raskin jelek. Berasnya kotor dan
sering banyak kutu didalamnya. Dengan kondisi beras yang demikian, sering kali
beras yang telah didapat tidak dapat dikonsumsi. Beras akan dijual kembali
dengan harga yang murah atau malah di berikan sebagai makanan ternak. Bukan
perkara yang ringan bagi Dinas Pertanian Kulon Progo. Mengingat berbagai
persoalan menyangkut produktivitas pertanian yang cukup kompleks. Ini
menyangkut persoalan lahan pertanian yang semakin berkurang, hama tanaman yang
sering menyerang dan iklim yang sekarang tidak stabil.
Gambar 2: perbedaan Raskin dan Rasda.
3.
Batik Geblek Renteng
Bela Beli lain, adalah 'batik geblek renteng'. Batik itu,
menjadi seragam wajib pegawai di lingkungan pemkab dan siswa-siswi di sekolah.
Para perajin batik di Kulon Progo kini sibuk melayani order seragam batik
geblek renteng.
Kini
setiap hari Kamis, pelajar dan seluruh PNS (pegawai negeri sipil) mengenakan
seragam batik asli Kulonprogo, geblek renteng. Pemasaran batik ini kini
mencakup wilayah DIY dan bahkan luar pulau Jawa. Permintaan pasar yang besar,
serentak membuat produksi para perajin batik di Kulonprogo meningkat tajam.
Jika dulu sebulan setiap perajin rata-rata hanya mampu memproduksi 2.000 yard
kain, kini menghabiskan hingga 40.000 yard.
Gambar 3: pegawai sedang memproduksi batik geblek renteng.
4.
Bela Beli Proyek Infrastuktur
Program Bela Beli
Kulon Progo juga masuk dalam proyek-proyek infrastruktur. Pembangunan trotoar
wajib menggunakan andesit dari Kulon Progo. Begitu pula dalam proyek-proyek
pengaspalan jalan, pemenang tender atau pelaksana proyek harus membeli aspal di
PT Selo Adikarto, salah satu BUMD di Kulon Progo. Pemenang tender proyek jalan,
harus memakai aspal produksi BUMD. Dari program itu, PT Selo Adikarto sudah
mampu memproduksi 48 ribu ton aspal hotmix setiap tahun.
B.
TOMIRA
Menjamurnya pusat perbelanjaan dan toko modern di berbagai tempat
direspons bervariasi oleh masyarakatnya. Bagi masyarakat Kulon Progo, fenomena
tersebut dijadikan peluang kerja sama, berkolaborasi memberdayakan perekonomian
rakyat. Untuk melindungi produk lokal, Pemerintah Kabupaten Kulon Progo
mengeluarkan Peraturan Daerah Nomor 11 Tahun 2011 tentang Perlindungan dan
Pemberdayaan Pasar Tradisional serta Penataan Pusat perbelanjaan dan Toko
Modern. Dalam pasal 14 huruf c Perda ini menyebutkan, “Toko Modern yang
berstatus waralaba dan/atau berstatus cabang tidak boleh berjarak kurang dari
1.000 m (seribu meter) dengan Pasar Tradisional.” Konsekuensinya, semua gerai
toko modern yang berjarak kurang dari 1.000 meter harus menyesuaikan ketentuan
dalam Perda dengan beberapa alternatif, yaitu tidak diperpanjang izin, ditutup,
atau diambil alih Koperasi (take over). Di Kulon Progo juga berdiri
sejumlah minimarket seperti Indomaret dan Alfamart. Pemkab memiliki kebijakan
khusus agar minimarket tersebut tidak menggerus pedagang kecil. Caranya, nama
minimarket itu diganti Tomira, Toko Milik Rakyat. Sebanyak 14 gerai Alfamart
yang selama ini beroperasi di Kabupaten Kulonprogo akan dikelola oleh koperasi
dan berubah namanya menjadi Toko Milik Rakyat (Tomira). Tomira
wajib menjual produk-produk lokal Kulonprogo termasuk AirKU, beras gapoktan,
telur asin rasa soto. Barang yang tidak ada di Kulon Progo baru boleh
didatangkan.
Gambar 4: Bupati Kulonprogo, Hasto Wardoyo,
mengunjungi Tomira, toko hasil kerjasama dengan toko berjejaring, untuk
memasarkan produk lokal UMKM.
Kedua belah pihak bersepakat untuk bekerja sama mengembangkan
pemberdayaan ekonomi masyarakat bersifat kemitraan dengan Koperasi dan Usaha
Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) melalui programToko Milik Rakyat (Tomira).
Tomira mendukung program penanggulangan kemiskinan di Kabupaten Kulon Progo,
dalam bentuk penyisihan laba untuk kegiatan pendampingan UMKM dan pendampingan
sosial masyarakat, meliputi kegiatan bedah rumah, beasiswa bagi siswa tidak
mampu, dan kegiatan sosial lain. Kemitraan ini menguntungkan Koperasi dan UMKM
dibandingkan dengan pola kerja sama franchise (waralaba) yang selama
ini dilakukan dengan ciri-ciri branding hanya minimarket Alfamart,
karyawan 100 persen dari Alfamart, barang dagangan 100 persen dari Alfamart,
tidak bisa sebagai pusat pelatihan, dikenakan biaya goodwill, serta royalty
free dan investasi 100 persen dari pemilik (investor).
Sementara bentuk kemitraan dengan take over bermanfaat lebih
besar bagi Koperasi dan UMKM. Branding toko dapat dikombinasikan,
antara Alfamart dan Koperasi dengan nama Tomira. Karyawan toko berasal dari
karyawan Koperasi. Selain itu, terdapat produk lokal Kulon Progo dengan standar
yang ditentukan, seperti Pangan Industri Rumah Tangga (P-IRT), Hak Kekayaan
Intelektual (HKI), Halal MUI, dan lainnya. Kemitraan dapat pula sebagai pusat
pelatihan bagi anggota koperasi, sehingga diharapkan ada pengembangan
pengelolaan toko modern, peningkatan kualitas SDM, transfer teknologi, dan
transfer pengetahuan (knowledge). Manfaat kemitraan yang lain adalah tidak
dikenakannya goodwill dan royalty free, sehingga tidak
membebani keuangan koperasi. Terakhir, diberikan pinjaman modal 100 persen
dengan pengembalian dari omset penjualan.
C.
CSR Kulon Progo
Kulon Progo menerbitkan Perda Nomor 2 Tahun 2012 tentang
Tanggung Jawab Sosial Perusahaan (CSR). Setiap perusahaan wajib menyisihkan 5
persen keuntungan untuk desa di Kulon Progo. Dari dana CSR itu, dibuatlah
program one village one sister company. Setiap perusahaan minimal memiliki satu
desa binaan. Kebutuhan perusahaan juga diupayakan dipenuhi masyarakat desa
setempat.
Gambar 5: Warga gotong royong dalam program CSR
Bagi masyarakat, CSR bermanfaat untuk perlindungan
dan kesejahteraan dalam dimensi ekonomi, kenyamanan hidup serta mengurani
kesenjangandan keterpencilan. Sedangkan bagi Pemerintah Daerah, pelaksanaan CSR
bermanfaat untuk menumbuhkan komitmen bersama dan sinkronisasi program-rogram
pembangunan dengan pihak swasta agar dapat terlaksana secara sistematis dan
berkesinambungan dalam rangka percepatan penbangunan daerah, Program lain yang menjadi unggulan
Hasto adalah bedah rumah. Setiap minggu, Hasto melakukan bedah rumah keliling
desa. Biayanya berasal dari sumbangan organisasi atau perusahaan, pekerjanya
adalah masyarakat secara gotong royong. Anggaran setiap rumah Rp 10 juta.
Banyak perusahaan dan organisasi yang antre untuk ikut program bedah rumah.
D.
Bebas
Reklame dan Sponsor Rokok
BEBERAPA daerah sudah memiliki perda
antirokok. Kulon Progo salah satunya. Perda Nomor 5 Tahun 2014 tentang Kawasan
tanpa Rokok (KTR) itu disahkan pada 24 April 2014. Namun, efektif berlaku pada
31 Maret 2015. Kalau kita melintas di wilayah Kulon Progo saat ini, sudah tidak
ada lagi baliho atau billboard rokok yang terpajang di pinggir jalan.
Mulai tahun lalu seluruh reklame rokok di Kulon Progo sudah tidak di perpanjang
izinnya. Selain itu, kegiatan-kegiatan di Kulon Progo tidak boleh lagi
disponsori produk rokok. Menjelang perda diberlakukan, produsen rokok sudah
melepas sendiri billboard mereka.
Kebijakan itu
bukan tanpa risiko. Hasto harus rela pendapatan asli daerah (PAD) Kulon Progo
turun hingga 10 persen. Kalau mengadu PAD 2013 sebesar Rp 95 miliar, perda baru
tersebut membuat Kulon Progo kehilangan PAD sekitar Rp 9,5 miliar. Untuk sosialisasi perda tersebut, pemkab
banyak keliling ke komunitas masyarakat, terutama ibu-ibu. Ibu-ibu lebih mudah
diberi pengertian mengenai bahaya merokok.
Gambar 6:
Penyerahan Penghargaan pengendalian tembakau.
E.
Program Rawat Inap Tanpa Kelas
Gambar 7 : Bupati Hasto sedang
mengunjungi pasien rawat inap di salah satu rumah sakit di Kulon Progo.
RSUD Wates saat ini menjadi salah satu
nomine penerima United Nation Public Service Award. Itu terjadi karena rumah
sakit tersebut memiliki program andalan yang sangat pro terhadap pelayanan
kesehatan rakyat miskin. Program tersebut adalah rawat inap warga miskin tanpa
kelas. Konsepnya sederhana dan tidak membutuhkan banyak biaya. Dengan program
itu, tidak ada lagi cerita pasien ditolak rawat inap di RSUD Wates.
Sebelum ini pasien miskin yang
dibiayai Jamkesmas, Jamkesda, atau sekarang BPJS, apabila rawat inap, mendapat
jatah di kelas III. Namun, karena kapasitas ruang rawat inap di kelas III
terbatas, banyak pasien miskin yang terpaksa ditolak saat akan menjalani rawat
inap. Mereka harus masuk daftar tunggu untuk antre rawat inap. Untuk membangun ruang rawat inap bagi kelas
III yang baru, selain membutuhkan biaya besar, lahannya tidak bisa cepat
tersedia. Selain itu, dibutuhkan waktu lama untuk membangun fasilitas rawat
inap baru. Hal ini yang mendasari di adakan nya propgram rawat inap tampa
kelas.
Ketika ruang rawat inap kelas III
penuh, pasien miskin yang akan menjalani rawat inap otomatis di-upgrade
ke kelas II. Apabila kelas II juga penuh, dinaikkan ke kelas I. Begitu juga
seterusnya, apabila kelas 1 penuh, pasien miskin tadi bisa dirawat di ruang
utama atau VIP. Pasien miskin yang ruang rawat inapnya di-upgrade
tersebut tidak perlu menambah biaya sepeser pun alias gratis. Tagihan kamarnya
ke BPJS atau Jamkesmas tetap kelas III.
Program itu berjalan sejak 2012 atau setelah setahun Hasto
menjabat bupati. Yang menjadi pertanyaan Apakah rumah sakit rugi? Ternyata
tidak rugi. Daripada ruang rawat inap kelas atas kosong, lebih baik digunakan
untuk pasien miskin tersebut. Sejak itu tidak ada cerita pasien ditolak.
Pada awalnya sempat ada kekhawatiran
APBD akan jebol karena banyaknya pasien miskin yang menjalani rawat inap.Setiap
tahun realisasi Jamkesda melebih pagu. Tapi, tidak terlalu besar dan bisa
diselesaikan melalui APBD perubahan,
Dengan begitu, pihak rumah sakit tidak pernah terlambat menerima pembayaran
klaim kesehatan pasien miskin. RSUD Wates sebagai RS kelas B tahun ini juga
menjadi RS Pendidikan berafiliasi dengan Fakultas Kedokteran UGM dan RSUP
Sardjito Jogjakarta. Karena itu, berbagai fasilitas baru segera dibangun.
Misalnya, medic center, asrama mahasiswa, foodcourt, dan
perumahan dokter.
Selain itu, Pemkab Kulon Progo baru
saja membangun RSUD Nyi Ageng Serang Sentolo. Rumah sakit tipe D yang
diresmikan pada 12 November 2014 itu memiliki seratus kamar. Kebijakan rawat
inap tanpa kelas juga diberlakukan di rumah sakit tersebut. Karena sekarang ada
dua rumah sakit, anggaran Jamkesda yang semula Rp 8 miliar tahun ini menjadi Rp
15 miliar. Pemda tetap menganggarkan Jamkesda untuk meng-cover warga
yang belum mendapat Jamkesmas melalui BPJS. Selain itu, seluruh puskesmas di
Kulon Progo, kata Hasto, sudah menggunakan badan layanan unit daerah (BLUD).
Sistem itu membuat pengelolaan puskesmas lebih fleksibel.
BAB IV
PENUTUP
Pemerintahan yang memiliki
kapasitas manajemen lebih tinggi, cenderung memiliki kinerja yang lebih tinggi
untuk itu budaya demokrasi dalam birokrasi mendorong birokrasi menjadi efisien
dan akuntabel. Inovasi birokrasi bisa dimulai dengan merubah sikap dan
mendorong kemampuan SDM pemerintah memiliki kemampuan teknis dan sistem yang
lebih canggih. Birokrasi membangun jalan terbuka transparansi sehingga dapat
merespon tuntutan masyarakat. Kemitraan birokrasi dengan pelaku bisnis dan
masyarakat di jalani dengan transparan dan akuntabilitas yang tinggi sehingga
efektifitas pemerintah terwujud. Birokrasi harus diberi kepercayaan untuk
memperbaiki diri dan berinovasi dengan birokrasi yang kuat dan berjalan baik
pemerintahan di daerah akan semakin berkinerja. Akuntabilitas terkait dengan
falsafah bahwa lembaga pemerintah tugas utamanya melayani rakyat dan harus
bertanggung jawab secara langsung maupun tidak langsung kepada rakyat .
Dewasa ini di negeri ini mulai
bermunculan para pemimpin pemimnpin muda yang memiliki peduli akan perkembangan
perekonomian daerah nya. Tidak hanya untuk meraup keuntungan pribadi yang
selama ini menjadi rahasia umum setelah banyak muncul di public pemimpin dan
pejabat public yang hanya memperkaya diri sindiri. Dengan semakin banyak nya
pemimpin yang memiliki dedikasi yang tinggi bagi masyarakat seperti Gubernur
Ahok, Walikota Risma dan Bupati Hasto dapat membawa Indonesia menjadi negara
yang mampu bersaing di era MEA saat ini. Inovasi inovasi yang di lakukan sangat
menguntungkan bagi perkembangan geliat ekonomi daerah yang dapat meningkatkan
APBD daerah dan mengurangi angka ketergantungan rakyat pada barang barang dari
luar. Sehingga geliat UMKM masyarakat daerah dapat di andalkan menjadi potensi
daerah dalam pengembangan daerah.
DAFTAR PUSTAKA
·
http://news.detik.com/berita/3102031/bela-beli-kulonprogo-spirit-dan-sukses-bupati-hasto-angkat-produk-lokal
·
http://www.rri.co.id/yogyakarta/post/berita/240071/ekonomi/program_bela_beli_dorong_pertumbuhan_ekonomi_kulon_progo.html
·
http://www2.jawapos.com/baca/artikel/14392/inovasi-hasto-wardoyo-bupati-kulon-progo-daerah-istimewa-jogjakarta
·
http://www.kompasiana.com/bambanwahyuwidayadi/tujuh-jurus-keren-bupati-kulon-progo
The Casino At Mohegan Sun - MapyRO
BalasHapusFind 김천 출장안마 the closest 과천 출장안마 casino at Mohegan Sun in Montville with real people 안산 출장마사지 reviews and ratings. Find address, read 여주 출장안마 reviews and start your search 전라북도 출장샵 for